This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Pages

Friday, December 21, 2012

pluralisme agma

Pluralisme agama (religious pluralism) adalah di antara ide yang diusung oleh orang-orang yang berpemahaman liberal. Trend pemikiran yang dibangun diatas dasar kebebasan berkeyakinan ini telah melabrak salah satu pilar terpenting dalam kehidupan beragama; yaitu tentang klaim kebenaran (truth claim) pada setiap agama yang diyakini pemeluknya. Hakikatnya, pluralisme agama adalah agama baru yang mencoba meruntuhkan nilai-nilai fundamental agama-agama, termasuk Islam. Pluralisme adalah sebuah asumsi yang meletakkan kebenaran agama-agama sebagai kebenaran yang relatif dan menempatkan agama-agama pada posisi setara, apapun jenis agama itu. Pluralisme agama meyakini bahwa semua agama adalah jalan-jalan yang sah menuju tuhan yang sama. Atau, paham ini menyatakan, bahwa agama adalah persepsi manusia yang relatif terhadap tuhan yang mutlak, sehingga –karena kerelatifannnya- maka seluruh agama tidak boleh mengklaim atau meyakini bahwa agamanya yang lebih benar dari agama lain atau meyakini hanya agamanya yang benar.[1] Pluralisme jelas bertolak belakang dengan Islam karena Allah telah menyatakan dalam al Quran bahwa: Pertama: Islam Satu-Satunya Agama yang Benar وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran [3]: 85) Dalam “al Tafsir al Muyassar” disebutkan, “Barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam; yang maknanya adalah berserah diri kepada Allah dengan tauhid, tunduk kepada-Nya dengan ketaatan dan penghambaan, serta tunduk kepada Rasulullah dengan mengimaninya, mengikutinya dan mencintainya lahir dan batin, maka tidak akan diterima agama itu darinya dan di akhirat termasuk orang yang rugi, tidak mendapatkan bagian untuk dirinya.”[2] Kedua: Al Quran Satu-satunya Kitab Suci Yang Harus Diikuti Manusia juga hanya Allah boleh berhukum kepada al Quran dan wajib menjadikannya sebagai pedoman hidup, serta meninggalkan kitab-kitab suci yang lain. Allah berfirman: “Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian(yang menguji kebenaran) terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (QS. Al Maidah [5]: 48) Ketiga: Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam Satu-Satunya Nabi yang Wajib Diteladani Oleh Seluruh Manusia Nabi Muhammad adalah satu-satunya utusan Allah yang harus diikuti dan kaum muslimin wajib meyakini bahwa beliau diutus untuk seluruh umat manusia. “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi.” (QS. Al Ahzab [33]: 40) “(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil.” (QS. Al A’raf [7]: 157) Rasulullah juga menegaskan dalam sabdanya: (( وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يِسْمَعُ بِيْ أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ يَهُوْدِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ َيمُوْتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِيْ أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ )) “Demi Yang jiwaku di Tangan-Nya, tidak seorangpun dari umat manusia yang mendengarku; Yahudi maupun Nasrani, kemudian mati dan tidak beriman dengan ajaran yang aku bawa melainkan dia adalah penghuni neraka.” (HR Muslim) Semua dalil di atas sangat jelas, sejelas sinar matahari di siang bolong, menyatakan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar, al Quran adalah satu-satunya kitab suci yang wajib dipedomani dan Muhammad adalah satu-satunya utusan Allah yang harus diikuti. Siapa pun yang tidak meyakini semua ini maka ia berarti orang kafir dan kelak di akhirat tidak akan mendapatkan keselamatan. Pluralisme agama adalah ajakan kepada kekufuran karena ia hakikatnya adalah ajakan untuk melucuti keyakinan paling fundamen di dalam ajaran agama Islam, prinsip yang sangat strategis untuk membedakan seseorang masih dapat dikatakan sebagai muslim atau tidak. Maka menggandeng pluralisme dengan ajaran Islam adalah suatu hal yang kontradiktif. Namun anehnya, para “cendikiawan” yang terpengaruh dengan gaya dan pemikiran Barat tetap nekat mendukung pluralisme dan melakukan jutifikasi seolah itu berasal dari Islam. Hingga tidak jarang mereka menyitir (baca: memplintir) ayat-ayat al Quran untuk memuaskan syahwat liberalnya. Berikut adalah diantara ayat yang kerap mereka jadikan sebagai ‘landasan’ untuk mendukung pluralisme beserta bantahannya: Ayat Pertama لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)” (QS. Al Baqarah [2]: 256) Menurut orang-orang liberal, ayat ini mendukung pluralisme. Padahal sama sekali tidak. Ayat ini, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya, menyatakan bahwa kita sebagai pemeluk agama Islam tidak boleh memaksakan seorang untuk masuk kepada agama Islam. Mengapa? Pada lanjutan ayat ini dijelaskan, “Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” Maknanya, karena argumentasi dan bukti-bukti kebenaran Islam telah sangat jelas, maka tidak perlu lagi memaksakan orang untuk memeluknya. Orang yang Allah berikan petunjuk, dilapangkan hatinya, dicahayai mata batinnya, ia akan masuk kepada Islam di atas bukti dan hujjah. Adapun orang yang Allah butakan mata batinnya, Allah tutup pendengaran dan penglihatannya, maka masuknya ia kedalam Islam dengan paksaan tidak ada manfaatnya.[3] Selanjutnya, Allah menyatakan, bahwa walaupun tidak ada paksaan untuk masuk kepada agama Islam, bukan berarti pilihan seseorang untuk tidak memeluk agama Islam tidak berkonsekwensi apa-apa. Orang yang memeluk Islam Allah nyatakan berarti telah memegang pedoman yang benar, yang berarti sebaliknya, orang yang tidak memeluk Islam dengan kufur terhadap Allah maka ia berada dalam kesesatan. Ini jelas tidak selaras dengan tafsir liberal yang mengatakan bahwa ayat ini mendukung pluralisme yang membenarkan seluruh agama-agama. Perhatikan kelanjutan ayat ini: “Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Dengan demikian, dalam ayat ini sendiri terdapat bantahan terhadap klaim orang-orang liberal bahwa ayat ini mendukung pluralisme. Ayat Kedua إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al Baqarah [2]: 62) Ayat ini juga disebut-sebut sebagai ayat yang mendukung pluralisme agama karena ayat ini –katanya- menunjukkan pengakuan terhadap eksistensi agama lain.[4] Namun mari kita perhatikan bagaimana ahli tafsir menjelaskan makna sebenarnya atas ayat ini. Muhammad bin Thahir bin Asyur mengatakan, “Maksud dari lafadz “siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah” adalah iman yang sempurna, yaitu mencakup iman kepada risalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan indikasi penempatannya, dan indikasi lafadz “dan beramal shaleh”. Karena syarat diterimanya amal shaleh adalah iman secara syar’i, sesuai firman Allah “Dan ia (tidak pula) termasuk orang yang beriman” (QS. Al Balad [90]: 17). Allah menganggap orang yang tidak beriman kepada risalah Muhammad, maka berarti ia sama saja ia tidak beriman kepada Allah.”[5] As Sady berkata, “Ayat ini turun mengenai sahabat-sahabat Salman Al Farisi ketika ia menceritakan tentang mereka kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Mereka dahulu shaum, shalat dan beriman kepada engkau, serta mereka bersaksi bahwa engkau akan diutus menjadi nabi” Rasulullah kemudian bersabda, “Wahai Salman, mereka sesungguhnya ahli neraka.” Hal ini membuat hati Salman menjadi resah. Maka Allah menurunkan ayat ini. Maka berimannya orang Yahudi adalah berpegang teguh terhadap Taurat dan sunnah nabi Musa ‘alaihissalam sampai datang nabi Isa. Ketika datang nabi Isa, orang yang masih berpegang kepada Taurat dan sunnah nabi Musa maka ia binasa. Begitu pula imannya orang Nasrani adalah berpegang teguh terhadap Injil dan syariat nabi Isa adalah iman yang diterima hingga datang nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang yang tidak mengikuti nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak meninggalkan syariat Isa dan Injil, maka ia binasa.”[6] Hal ini juga ditegaskan dengan sabda Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-: “Demi Yang jiwaku di Tangan-Nya, tidak seorangpun dari umat manusia yang mendengarku; Yahudi maupun Nasrani, kemudian mati dan tidak beriman dengan ajaran yang aku bawa melainkan dia adalah penghuni neraka.” (HR Muslim) Ayat Ketiga شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ “Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS. Asy Syura [42]: 13) Ayat ini juga di antara ayat yang dikatakan mendukung pluralisme agama karena dalam ayat ini disebutkan tentang syariat nabi-nabi sebelum nabi Muhammad shallallah ‘alaihi wa sallam. Mereka mengatakan bahwa seluruh ajaran para nabi adalah sama, maka dengan demikian agama-agama yang ada sekarang pun adalah sama. Padahal, ayat ini juga tidak menunjukkan kebenaran faham pluralisme agama sama sekali. Benar, bahwa pokok ajaran para nabi seluruhnya adalah sama, seperti yang disebutkan dalam ayat ini. Semua para nabi dan rasul yang diutus oleh Allah membawa ajaran yang satu. Syaikh Bakr Abu Zaid mengatakan bahwa semua para nabi memiliki tujuan pengutusan yang sama dalam tiga perkara: 1. Mereka diutus dengan agama universal yaitu; penyembahan kepada Allah saja dan tidak ada sekutu bagi-Nya dengan cara berdakwah kepada tauhid dan berpegang teguh kepada tali agama-Nya yang kuat serta meninggalkan sesembahan yang lain. 2. Mereka diutus untuk mengenalkan jalan untuk sampai kepada tujuan tersebut dengan mengajarkan tentang kenabian, serta syariat-syariat seperti shaum, shalat, zakat, jihad dan lain sebagainya berupa perintah-perintah dan larangan-larangan. 3. Mereka juga diutus untuk mengabarkan apa yang akan terjadi ketika manusia berjumpa dengan Allah kelak setelah meninggalkan dunia ini, yaitu tentang iman kepada hari akhir, kematian, kebangkitan, surga dan neraka. Inilah yang dimaksud seperti dalam firman Allah surat Asy-Syura ayat 13.[7] Ayat di atas sejatinya difahami bukan untuk mendukung pluralisme agama, namun ajakan kepada agama Allah yang inti ajarannya dibawa oleh seluruh para nabi termasuk nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia adalah agama Islam dalam arti berserah diri kepada Allah, mentaati-Nya, beribadah hanya kepada-Nya dan berlepas diri dari kesyirikan, kemudian beriman kepada kenabian, awal permulaan dan tempat kembali.[8] Beriman kepada kenabian Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah Allah mengutusnya adalah bagian dari ketundukan kepada Allah yang sangat mewanti-wanti manusia untuk mentaatinya, karena dengan ajaran yang dibawanya kita dapat beribadah kepada Allah sesuai dengan yang dikehendaki oleh-Nya. Oleh karena itu kemudian para ulama mengatakan bahwa Islam dengan makna khusus, sebagai satu-satunya agama yang diterima oleh Allah, adalah agama Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ayat Keempat وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ وَإِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَكَانَ اللَّهُ غَنِيًّا حَمِيدًا “Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan yang di bumi, dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah. Tetapi jika kamu kafir maka (ketahuilah), sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji.” (QS. An Nisa [4]: 131) Ayat ini dikatakan oleh liberalis mendukung pluralisme karena menjelaskan tentang kesatuan ketuhanan. Sungguh dugaan yang rapuh dan tidak berdasar. Ayat ini menunjukkan keesaan Allah dalam kerajaan langit dan bumi yang siapapun tidak dapat mengingkarinya. Allah pencipta, pemberi rizki dan pengatur alam semesta. Jika Allah satu-satunya Dzat yang memiliki semua itu, maka janganlah manusia kufur terhadap-Nya dengan beribadah dan taat kepada selain-Nya. Inilah maksud dari ayat ini sebagaimana juga dikuatkan oleh ayat-ayat yang lain yang sangat banyak dalam al Qur`an. Kenyataan bahwa Allah adalah satu-satunya penguasa dan raja alam semesta menjadi bukti keesaan Allah dalam hal penyembahan. Lalu bagaimana mungkin ayat ini dapat dikatakan mendukung pluralisme agama? Agama-agama selain Islam itu telah merusak hak Allah yang paling asasi dengan beribadah kepada selain-Nya, lalu bagaimana bisa kita katakan bahwa seluruh agama menjadi sama? Dari artikel 'Pluralisme Agama; Trend Pemikiran Semua Agama adalah Sama (?) — Muslim.Or.Id'

Thursday, December 20, 2012

aksi


politik

A. Pendahuluan Etika politik ialah cabang dari filsafat politik. Oleh karna itu baik buruknya perbuatan atau perilaku politik yang dinilai dalam rangka elit politik penilaiannya berdasarkan filsafat politik yang bersangkutan. Etika politik komunisme menilai baik buruknya perbuatan atau perilaku-perilaku politik berdasarkan filsafat politik komunisme. Etika politik facisme berdasarkan filsafat politik facisme dan etika politik demokrasi berdasarkan etika politik pancasila, yang sudah barang tentu menilai baik buruknya perbuatan atau perilaku politik berdasarkan filsafat politik pancasila. B. Filsafat Politik Pancasila dan Etika Politik Pancasila Apakah filsafat politik pancasila itu? Filsafat politik pancasila adalah seperangkat keyakinan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dibela dan diperjuangkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasila. Tak perlu diragukan lagi bahwa bagi bangsa dan negara Indonesia Filsafat Politik politiknya adalah Filsafat Politik Pancasila sekalipun adakalinya cara bangsa Indonesia bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidak sejalan dengan pancasila , dan bahkan pernah pula bertentangan dengan pancasila sekalipun, namun yang diukur dan diusahakan bahwa seperangkat keyakinan bermasyarakat berbangsa dan bernegara bagi masyarakat bangsa dan negara Indonesia adalah pancasila. Atau singkat kata pancasila adalah filsafat politik masyarakat, bangsa dan negara Indonesia. Penjelasannya adalah sebagai berikut: pancasila merupakan bawaan kodrat manusia Indonesia, bagi bangsa Indonesia, manusia diseluruh dunia, khususnya manusia Indonesia memiliki sifat kodrat monodualis sebagai individu dan sebagai makhluk sosial sekaligus jadi yang bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia itu adalah makhluk dengan sifat kodratnya yang demikian itu bersamaan dengan itu manusia Indonesia dan juga manusia pada umumnya diseluruh dunia dihadapan Tuhan Yang Maha Kuasa mempunyai kedudukan kodrat yang monodualis pula, yaitu sebagai pribadi yang mandiri dan sebagai makhluk Tuhan sekaligus. Manusia yang demikian itu tersusun atau tersenyawa secara kordat pula, yaitu jasmani dan rohani. Dikatakan bawaan kodarat manusia Indonesia, karena “demikianlah manusia Indonesia itu “maka” demikian pulalah pancasila”. Manusia Indonesia (dan juga pada umumnya manusia diseluruh dunia) itu adalah “seperti itu”, “maka” seperti itu pulalah” pancasila itu. Manusia Indonesia memiliki tiga hubungan kodrat kemanusiaan selengkapnya, maka dari itu Pancasila adalah asas hidup yang berpangkal pada tiga hubungan kodrat kemanusiaan selengkapnya. Mengulangi apa yang telah diuraikan dan membandingkannya dengan filsafat politik komunisme, demokrasi, facisime, maka kita peroleh perbandingan sebagai berikut : 1.1 Apabila filsafat politik komunisme memandang seorang individu manusia hanyalah sekedar nomor dalam negara dalam keseluruhan hidup bersama sebagai masyarakat yang menegara, kedudukan individu tidaklah penting dan yang penting adalah kehidupan berasama yang menegara, maka filsafat ilmu pancasila beraliran bahwa secara kodrati manusiaadalah makhluk individu – sosial sekaligus dan ini berarti bahwa aspek individu dan aspek sosial manusia itu sama saja pentingnya sedangkan manusianya sendiri itu satu. 1.2 Apabila filsafat politik demokrasi memandang individu manusia teramat penting, sedangkan kehidupan bersama yang merupakan masyarakat yang menegara adanya sebagai akibat adanya perjanjian kemasyarakatan bersama untuk kehidupan menegara demi kepentingan individu – individu yang menjadi warganya, sebagai individu adalah nomor satu pentingnya sedangkan masyarakat yang menegara adalah penting yang nomor dua, maka filsafat politik pancasila berkeyakinan bahwa secara kodrati manusia adalah makhluk individu-sosial sekaligus dan ini berarti aspek individu dan aspek sosial itu sama saja pentingnya, tetapi manusianya sendiri itu adalah satu. 1.3 Apabila filsafat politik facisme memandang manusia hanya sebagai unsur dari kebersamaan masyarakat manusia yang berwujud negara, sedangkan negara yang mengatur dan menentukan segala-galanya (sebagai subjek) dan individu bukanlah subjek melainkan hanya objek, maka filsafat politik pancasila berkeyakinan bahwa manusia adalah subjek sekaligus objek. Individu manusia adalah subjek hukum yang memiliki negara dan hukum itu, tetapi bersama dangan itu individu manusialah yang dikenal aturan hukum tersebut dan taat kepada aturan hukum negara tanpa kecualinya. Dalam bertindak sebagai pemberi suara dalam pemilihan umum, individu warga negara adalah subjek. Sedangkan didalam menjalankan sesuatu, menjalnkan kendaraan atau mendirikan rumah misalnya, ia tidak boleh semau-maunya karena ia harus tunduk dan taat pada peraturan hukum negara. Demikianlah negara kita adalah negara demokrasi pancasila maka demokrasi kita juga dinamakan demokrasi monodualis. Suatu negara demokrasi dimana manusia sebagai individu dan maklhuk sosial sekaligus. Jadi berbedadengan demokrasi barat dan berbeda pula dengan demokrasi rakyat (komunisme) uni sovyet dahulu. Bagaimanakah etika politik pancasila? Rumusan etika politik pancasila dengan demikian dapat disusun sebagai berikut : etika politik pancasila merupakan cabang dari filsafat politik pancasila, yang menilai baik buruknya perbuatan atau perilaku politik berdasarkan filsafat politik pancasila. Sedangkan filsafat poltik pancasila adalah seperangkat keyakinan yang didalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara manusia Indonesia yang berdasarkan pancasila. Sekarang jelaslah sudah bahwa filsafat politik pancasila adalah filsafat politik negara pancasila, yang memfungsikan pancasila sebagai dasar filsafatnya dan sebagai ideologinya. Etika politik pancasila menilai baik buruknya perilaku politik dan tindakan-tindakan atau perbuatan politik dari sudut pandang pancasila sebagai dasar filsafat negara dan sebagai ideologi negara republik Indonesia. Masalah – masalah politik amat banyak jumlah dan macamnya namun dapat digolongkan menjadi : 1. Sistem pemerintahan 2. Hak – hak dasar warga negara 3. Hubungan pemerintah negara dangan warga negara 4. Hubungan negara dengan dunia internasional 5. dll. C. Pengertian nilai, norma dan moral 1. Pengertian Nilai Nilai atau “Value” Dalam bahasa inggris termasuk dalam kajian filsafat. Istilah nilai daidalam filsafat dipakai untuk menunjukan kata bneda abstrak yang artinya “keberhagaan” (worth) atau “kebaikan” (goodness) dan kata kerja yang artinya suatu tindkan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian, (frankena, 229). Nilai itu hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu. Misalna bunga itu indah, perbuatan itu susila. Indah, susila alah sifat atau kualitas yang melekat pada bunga dan perbuatan. Dengan demikian nilai itu suatu kenyataan yang “tersembunyi” dibalik kenyataan-kenyataan lainnya. Ada nilai itu karena adanya kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai (wartrager). Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatau yang lain, kemudian untuk selanjutnya diambil kepeutusan. Keputusan merupakan nilai yang dapat menyatakan baik atau tidak baik, berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, indh atau tidak indah. Sesuatu dikatakan bernialai apabila sesuatu itu berharga, berguna, berguna, benar, indah, baik dan lain sebagainya. 2. Hierarki Nilai Terdapat berbagi macam pandangan tentang nilai hal ini bergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya. Menurut Max Sceler mengemukakan bahwa nilai-nilai yang ada, tidak sama luhurnya dan sama tingginya. Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat dile;ompokkandalam tingkatan sebagi berikut : 1. 1. Nilai-nilai kinikmatan 2. nilai-nilai kehidupan 3. nilai-nilai kejiwaan 4. nilai-nilai kerohanian Walter g. Everet menggolongkan nilai-nilai manusiawi kedalam delapan kelompok yaitu: 1. Nilai-nilai ekonomis 2. Nilai-nilai Kejasmanian 3. Nilai-nilai hiburan 4. Nilai-nilai sosial 5. Nilai-nilai watak 6. Nilai-nilai estesis 7. Nilai-nilai intelektual 8. Nilai-nilai kegamaan. Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu: 1. nilai material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia, atau kebutuhan material ragawi manusia. 2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan aktivitas. 3. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia nilai kerohanian in dapat dibedakan atas empat macam : a) Nilai Kebenaran, yang bersumber pada akal (ratio, budi cipta) manusia b) Nilai keindahan tau nilai estesis, yang bersumber pada unsur perasaan (esthetis, gevoel, rasa manusia c) Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak (will, Wollen, karsa) manusia d) Nilai religius, yang merupakan nilai kerokhanian tertinggi dan mutlak nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia. D. Nilai dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis Dalam kaitannya dalam penjabarannya, maka nilai-nilai dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu nilai dasar, nilai instrumen, nilai praksis. a) Nilai Dasar Walaupun memiliki sifat abstrak artinya tidak dapat diamati melalui indra manusia, namun dalam realisasinya nilai berkaitan dengan tingkah laku atau segala aspek kehidupan manusia yang bersifat nyata (praksis) namun demikian setiap nilai memiliki nilai dasar (dalam bahasa ilmiahnya disebut onotologis), yaitu merupakan hakikat, esensi, intisari atau makna yang terdalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar ini bersifat universal karena menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu misalnya hakikat Tuhan, manusia tau segala sesuatu lainnya. b) Nilai Instrumental Nilai intrumental merupakan suatu pedoman yang dapat diukur dan dapat diarahkan. Bilamana nilai intumrntal tersebut berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari maka hal itu akan merupakan suatu norma moral. Namun jikalau nilai instrumental itu berkaitn dengan suatunorganissi atau negara maka nilai-nilaiinstrumental itu merupakan suatu arahan, kebijaksanaan strategi yang bersumber pada nilai dasar. Sehingga dapat juga dikatakkan bahwa nilai instrumental itu merupakan suatu eksplisitsi dari nilai dasar. c) Nilai Praksis Nilai Praksis pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam suatu kehidupan yang nyat. Sehingga nilai praksis ini merupakan perwujudan dari nilai instrumrntal itu. Dapat juga dimungkinkan berbeda-beda wujudnya, namun demikian tidak bisa menyimpang atau bahkantidak bertentangan. Artinya oleh karena nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis itu merupakna suatu sisitem perwujudannya tidak boleh menimpang dari sistem tersebut 3. Hubungan Nilai, Norma dan Moral Sebagimana telah dijelaskan diatas bahwa nilai adalah kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, bik lahir maupun batin. Nilia berbeda dengan fakta dimana fakta dapat diobservasi melalui suatu verfikasi empiris, sedangkan nilai bersifat abstrak yang hanya dapat dipahami, dipikirkan dimengerti dan dihayati manusia. Nilai berkaitan juga dengan harapan dan cita-cita dan nilai tidakk bersifat konkrit yaitu tidak dapat ditangkap dengan indra manuisa, dan nilai dapat bersifat subjektif maupun objektif. Agar nilai tersebut menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia, maka perlu lebih dikongkitkan lagi serta diformulasikan menjdi lebih objektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam tingkah laku secara kongkrit. Maka wujud yang lebih kongkrit dari nilai tersebut adalah merupakan suatu norma. D. Kesimpulan Sebagai dasar Filsafat negara Pancasila tidak hanya merupakn sumber derivasi peraturan perundang-undangan, melainkan juga merupakan sumber moralitas terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan, hokum serta berbagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” serta sila kedua “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab” adalah merupakan sumber nilai-nilai morasl bagi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Dalam pelaksanaan dan penelenggaraan negara, etika politik agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan 1. asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku 2. disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokratis) 3. dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral atau tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral) (lihat Suseno, 1987 : 115) Pancasila sebagai suatu system filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan yang menyangkut publik, pembagiaan serta kewenangan harus berdasarkan legitimasi moral (sila I) serta moral kemanusiaan (sila II). Hal ini ditegaskan oleh Hatta takkala mendirikan negara, bahwa negara harus berdasarkan moral Ketuhanan dan moral Kemanusiaan agar tidak terjerumus kedalam machtstaats atau negara kekuasaan DAFTAR PUSTAKA

Wednesday, December 19, 2012

filsafat idealisme dalam pendidikan

1.1. Latar Belakang Dalam dunia pendidikan, filsafat mempunyai peranan yang sangat besar. Karena, filsafat yang merupakan pandangan hidup iku menentukan arah dan tujuan proses pendidikan. Oleh karena itu, filsafat dan pendidikan mempunyai hubungan yang sangat erat. Sebab, pendidikan sendiri pada hakikatnya merupakan proses pewarisan nilai-nilai filsafat, yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan yang lebih baik atau sempurna dari keadaan sebelumnya. Dalam pendidikan diperlukan bidang filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan sendiri adalah ilmu yang mempelajari dan berusaha mengadakan penyelesaian terhadap masalah-masalah pendidikan yang bersifat filosofis. Jadi jika ada masalah atas pertanyaan-pertanyaan soal pendidikan yang bersifat filosofis, wewenang filsafat pendidikanlah untuk menjawab dan menyelesaikannya. Secara filosofis, pendidikan adalah hasil dari peradaban suatu bangsa yang terus menerus dikembangkan berdasarkan cita-cita dan tujuan filsafat serta pandangan hidupnya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang melembaga di dalam masyarakatnya. Dengan demikian, muncullah filsafat pendidikan yang menjadi dasar bagaimana suatu bangsa itu berpikir, berperasaan, dan berkelakuan yang menentukan bentuk sikap hidupnya. Adapun proses pendidikan dilakukan secara terus menerus dilakukan dari generasi ke generasi secara sadar dan penuh keinsafan. Ajaran filsafat yang berbada-beda tersebut, oleh para peneliti disusun dalam suatu sistematika dengan kategori tertentu, sehingga menghasilkan klasifikasi. Dari sinilah kemudian lahir apa yang disebut aliran (sistem) suatu filsafat. Tetapi karena cara dan dasar yang dijadikan criteria dalam menetapkan klasifikasi tersebut berbeda-beda, maka klasifikasi tersebut berbeda-beda pula. Seorang ahli bernama Brubacher membedakan aliran-aliran filsafat pendidikan sebagai: pragmatis-naturalis; rekonstruksionisme; romantis naturalis; eksistensialisme; idealisme; realisme; rasional humanisme; scholastic realisme; fasisme; komunisme; dan demokrasi. Pengklasifikasian yang dilakukan oleh Brubracher sangat teliti, hal ini dilakukan untuk menghindari adanya overlapping dari masing-masing aliran. Dalam makalah ini mencoba membahas aliran filsafat idealisme yang merupakan salah satu aliran filsafat pendidikan. Makalah ini mencoba menyikapi bagaimana peranan filsafat idealisme dalam pendidikan. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah, antara lain: A. Bagaimana tinjauan umum tentang filsafat pendidikan? B. Bagaimana peran aliran filsafat idealisme dalam pendidikan? 1.3.Tujuan A. Untuk mengetahui tinjauan umum tentang filsafat pendidikan. B. Untuk mengetahui peran filsafat idealisme dalam pendidikan. BAB II PEMBAHASAN 2.1. Tinjauan Umum tentang Filsafat Pendidikan Rusuanto (2005) mengemukakan, bahwa tidak banyak gunanya mendefinisikan filafat, karena pertanyaan “Apakah filsafat?” sudah merupakan pertanyaan filosofis. Karena itu, daripada mendifinisikan filsafat, lebih produktif menanyakan apa yang dicari filsafat. Begitu pula Keraf (2001: 13-14) menunjukkan bahwa pertanyaaan yang pertama kali muncul pada saat seseorang mempelajari filsafat adalah, “Apa itu filsafat?”. Pengajuan pertanyaan ini menandakan seseorang sedang berfilsafat. Gagasan yang sama dikemukakan oleh Ewing (2003) bahwa definisi yang tepat untuk istilah filsafat tidak bisa diberikan, dan usaha untuk melakukannya, setidaknya pada permulaan akan menyesatkan. Karena itu, Hatta dan Langeveld (dalam Bakhtiar, 2007: 7) menyatakan bahwa definisi filsafat tidak perlu diberikan, karena setiap orang memiliki titik tekan sendiri dalam definisinya. Biarkan filsafat diteliti terlebih dahulu kemudian baru disimpulkan. Dilihat dari segi etimologi kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, yakni kata majemuk philosopia atau philosopos. Kata ini terdiri dari dua kata, yakni philos (philein) dan sophia. Philos berarti cinta (love), sedangkan sophia atau sophos, berarti pengetahuan, kebenaran, hikmat atau kebijaksanaan (wisdom). Jadi, secara etimologi filsafat berarti cinta akan pengetahuan, kebenaran atau kebijaksanaan (love of wisdom) (Hamersma, 1981; Bakhtiar, 2007; Sirajuddin, 2004). Makna yang terkandung pada kata cinta (philos, love) adalah dalam arti yang seluas-luasnya, yakni keinginan secara mendalam, atau bahkan kehausan yang luar biasa untuk mendapatkan pengetahuan atau kebijaksanaan sampai ke akar-akarnya atau ke taraf yang radikal. Begitu pula menurut Suhartono (2005: 50-51), kata cinta (philos) dan kebijaksanaan (sophia) bisa bermakna secara terus-menerus menyatu dengan pengetahuan yang mengandung nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan guna mewujudkan kebijaksanaan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Gagasan ini terkait dengan sasaran orang berfilsafat, yakni mencari pengetahuan, aneka gagasan, ide atau konsep yang mendasar. Kesemuanya berfungsi teoritis praktis bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara (Budianto, 2005). Kerana luasnya lapangan filsafat, orang sepakat mempelajari filsafat dengan dua cara, yaitu mempelajari sejarah perkembangannya (metode historis) dan mempelajari isi atau pembahasannya dalam bidang-bidang tertentu (metode sistematis). Dalam metode historis orang mempelajari sejarah perkembangan aliran-aliran filsafat sejak dahulu kala sehingga sekarang. Di sini dikemukakan riwayat hidup tokoh-tokoh filsafat di segala masa, bagaimana timbulnya aliran filsafatnya tentang logika, tentang metafisika, tentang etika, dan tentang keagamaan. Dalam metode sistematis orang membahas isi persoalan ilmu filsafat itu dengan tidak mementingkan sejarahnya. Orang membagi persoalan ilmu filsafat itu dalam bidang-bidang yang tertentu. Misalnya, dalam bidang logika dipersoalkan mana yang benar dan yang salah menurut pertimbangan akal, bagaimana cara berpikir yang benar dan mana yang salah. Dalam bidang etika dipersoalkan tentang manakah yang baik dan yang buruk dalam perbuatan manusia. Dalam metode sistematis ini para filsuf dikonfrontasikan tanpa mempersoalkan periodasi masing-masing. Filsafat itu sangat luas cakupan pembahasannya, yang ditujunya adalah mencari hakihat kebenaran atas segala sesuatu yang meliputi kebenaran berpikir (logika), berperilaku (etika), serta mencari hakikat atau keaslian (metafisika). Sejak zaman Aristoteles hingga dewasa ini lapangan-lapangan yang paling utama dalam filsafat selalu berputar di sekitar logika, metafisika, dan etika. Dengan memperhatikan sejarah serta perkembangannya, filsafat mempunyai beberapa cabang yaitu: (1) Metafisika: filsafat tentang hakikat yang ada di balik fisika, hakikat yang bersifat transenden dan berada di luar jangkauan pengalaman manusia; (2) Logika: filsafat tentang pikiran yang benar dan yang salah; (3) Etika: filsafat tentang perilaku yang baik dan yang buruk; (4) Estetika: filsafat tentang kreasi yang indah dan yang jelek; (5) Epistomologi: filsafat tentang ilmu pengetahuan; (6) Filsafat-filsafat khusus lainnya: filsafat agama, filsafat manusia, filsafat hukum, filsafat sejarah, filsafat alam, filsafat pendidikan, dan sebagainya. Menurut Brubacher (1959), terdapat tiga prinsip filsafat yang berkaitan dengan pendidikan, yaitu: (1) persoalan etika atau teori nilai; (2) persoalan epistemologi atau teori pengetahuan; dan (3) persoalan metafisika atau teoni hakikat realitas. Untuk menentukan tujuan pendidikan, memotivasi belajar, mengukur hasil, pendidikan akan berhubungan dengan tata nilai. Persoalan kuriikulum akan berkaitan dengan epistemologi. Pembahasan tentang hakikat realitas, pandangan tentang hakikat dunia dan hakikat manusia khususnya, diperlukan untuk menentukan tujuan akhir pendidikan. Aspek filsafat dalam ilmu pendidikan dapat dilihat berdasarkan empat kategori sebagai berikut: (1) Ontologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakekat substansi dan pola organisasi ilmu pendidikan; (2) Epistemologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakekat objek formal dan material ilmu pendidikan; (3) Metodologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakekat cara-cara kerja dalam menyusun ilmu pendidikan; (4) Aksiologi ilmu pendidikan, membahas tentang hakekat nilai kegunaan teoritis dan praktis ilmu pendidikan. Kajian terhadap fisafat pendidikan akan memadukan keempat aspek tersebut di atas sebagai landasan dalam menjawab tiga masalah pokok, yaitu sebagai berikut: (1) Apakah sebenarnya pendidikan itu? (2) apakah tujuan pendidikan sebenarnya? dan (3) Dengan cara apa tujuan pendidikan itu dapat dicapai?. 2.2. Aliran Filsafat Idealisme dalam Pendidikan Menurut Brubacher (1959), terdapat tiga prinsip filsafat yang berkaitan dengan pendidikan, yaitu: (1) persoalan etika atau teori nilai; (2) persoalan epistemologi atau teori pengetahuan; dan (3) persoalan metafisika atau teoni hakikat realitas. Untuk menentukan tujuan pendidikan, memotivasi belajar, mengukur hasil, pendidikan akan berhubungan dengan tata nilai. Persoalan kuriikulum akan berkaitan dengan epistemologi. Pembahasan tentang hakikat realitas, pandangan tentang hakikat dunia dan hakikat manusia khususnya, diperlukan untuk menentukan tujuan akhir pendidikan. Idealisme adalah salah satu aliran filsafat tradisional yang paling tua. Plato adalah filsuf pertama yang mengembangkan prinsip-prinsip filsafat idealisme. Dalam perkembangannya, G.W.F. Hegel, filsuf Jermanlah yang mengembangkan pemikiran filosofis dan sejarahnya berdasarkan idealisme. Secara umum pendidikan idealisme merumuskan tujuan pendidikan sebagai pencapaian manusia yang berkepribadian mulia dan memiliki taraf kehidupan rohani yang lebih tinggi dan ideal. Rumusan ini dapat dijabarkan dalam aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Sedangkan dalam arti luas filsafat pendidikan mencakup filsafat praktek pendidikan dan filsafat ilmu pendidikan (Mudyahardjo, 2001). Filsafat praktek pendidikan membahas tentang bagaimana seharusnya pendi-dikan diselenggarakan dan dilaksanakan dalam kehidupan manusia mencakup filsafat praktek pendidikan dan filsafat sosial pendidikan. Filsafat ilmu pendidikan adalah analisis kritis komprehensif tentang pendidikan sebagai bentuk teori pendidikan. Aspek filsafat dalam ilmu pendidikan dapat dilihat berdasarkan empat kategori sebagai berikut: (1) Ontologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakekat substansi dan pola organisasi ilmu pendidikan; (2) Epistemologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakekat objek formal dan material ilmu pendidikan; (3) Metodologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakekat cara-cara kerja dalam menyusun ilmu pendidikan; (4) Aksiologi ilmu pendidikan, membahas tentang hakekat nilai kegunaan teoritis dan praktis ilmu pendidikan. A. Ontologis Bagi aliran idealisme, yang nyata atau riil adalah mental atau spiritual. Seluruh hal di luar mental dan spiritual manusia hanyalah ekspresi dari pikiran manusia. Dalam perspektif metafisis, “Ada” adalah sesuatu yang tidak berubah. Semua hal yang berubah bukanlah “Ada” yang sebenarnya. Dalam pengertian itu, maka “Ada” bagi kaum idealist adalah pikiran sebagai esensi spiritual. Pikiran manusialah yang memberikan kepadanya vitalitas dan dinamika menjalani hidup. Segala hal selain pikiran merupakan hal-hal yang dapat berubah dari waktu-ke waktu, tergantung dari ekpresi pikiran. Pikiran sendiri tidaklah berubah, ia tetap dan akan tetap ada. Realitas di dalam pikiran merupakan realitas yang absolut dan bersifat universal. Kaum idealis selalu menggunakan istilah makrokosmos dan mikrokosmos untuk menjelaskan pandangan mereka tentang realitas. Makrokosmos merujuk pada pikiran universal, penyebab utama, pencipta, atau Tuhan sendiri. Walaupun berbeda-beda dalam penggunaan kata, istilah pikiran tentang makrokosmos hendak menunjukkan tentang keseluruhan eksistensi. Mikrokosmos sendiri adalah bagian yang terbatas dari keseluruhan yang disebut makrokosmos di atas. Mikrokosmis sangat individual dan merupakan bagian yang kecil. Tetapi substansi dari mikrokosmos secara spritual adalah sama dengan substansi makrokosmik. Dalam istilah pendidikan, murid-murid dapat disebut sebagai entitas spiritual yang merupakan bagian dari entitas spiritual yang lebih besar, yaitu alam semesta. Walaupun ada beberapa perbedaan di antara kaum idealis, tetapi umumnya, mereka semua menerima bahwa alam semesta dibangun atas realitas spiritual yang sangat personal dan individual B. Epistermologis Setelah mengetahui hakekat realitas menurut kaum idealis di atas, maka pertanyaan berikutnya adalah bagaimana cara mengetahui realitas itu? Pengetahuan menurut kaum idealis didasarkan pada penerimaan terhadap ide-ide yang telah ada di dalam pikiran manusia sejak awal. Ide-ide itu adalah sesuatu yang a priori, dalam arti ‘tanpa pengalaman’. Jadi, tanpa tergantung pada pengalaman pun, sesungguhnya manusia telah memiliki pengetahuan awal berupa ide-ide bawaan. Lewat introspeksi, manusia dapat melakukan pengujian-pengujian terhadap pikirannya dan menemukan semacam copy dari pikiran makrokosmik. Dalam pendekatan ini, tugas guru adalah untuk membawa pengetahuan tersembunyi yang telah ada itu kepada kesadaran. Artinya, pengetahuan yang tersembunyi itu perlu diangkat ke tingkat yang dapat disadari oleh para murid. Lewat belajar, murid murid secara perlahan-lahan tiba pada pengertian yang lebih luas dari kesadaran mental. Sebagai suatu proses intelektual yang utama, belajar berarti memanggil kembali ide-ide bawaan dan bekerja dengan ide-ide bawaan itu. Oleh karena realitas adalah sesuatu yang ada di dalam pikiran, dalam hal ini merupakan aktifitas mental, maka pendidikan sangat berhubungan dengan hal-hal yang konseptual. Para murid mencoba menemukan perspektif yang lebih umum dari ide-ide bawaannya dalam lingkungan semestanya. Para pendidik yang idealis lebih menyukai bentuk-bentuk kurikulum subject-matter, yang menghubungkan ide-ide dengan konsep dan sebaliknya, konsep dengan ide-ide. Sistem-sistem konseptual adalah sintesis dari ide-ide. Sistem-sistem konseptual itu adalah bahasa, matematika dan estetika merepresiasikan bermacam-macam dimensi dari yang absolut. Kurikulum pendidikan idealis menganggap bahwa budaya manusia adalah hirarkis. Pada puncak hirarki itu terdapat disiplin umum seperti filsafat dan teologi. Baik filsafat maupun teologi adalah disiplin-disiplin yang abstrak, melebihi batasan waktu, ruang dan keadaan, membicarakan hal-hal dalam situasi yang lebih luas. Matematika adalah disiplin yang khusus karena melatih kekuatan untuk berhubungan dengan abstraksi-abstraksi. Sejarah dan literatur juga mendapat tempat yang tinggi sejak menjadi sumber moral dan contoh model budaya serta pahlawan. Sesuatu yang rendah dalam hirarki serta rendah dalam prioritas itu adalah ilmu-ilmu alam dan fisika yang berurusan dengan hubungan-hubungan sebab akibat secara partikular. Bahasa menjadi disiplin yang mendasar karena kepentingan dalam berkomunikasi C. Aksiologis Sistem nilai dalam pandangan idealisme adalah sesuatu yang absolut, abadi dan universal. Nilai-nilai merefleksikan kebaikan semesta. Dalam idealisme, aksiologi berakar pada ontologis, karena sebenarnya idealisme lebih menekankan pada aspek ontologis atau metafisika, daripada aspek-aspek yang lain. Oleh karena secara ontologis realitas itu adalah ide-ide, maka kriteria nilai-nilai baik secara etis maupun estetis terletak bukan pada diri manusia, melainkan pada keadaan di luar manusia. Keadaaan di luar manusia itu adalah prinsip-prinsip yang kekal, dan pasti secara idealis. Secara religius itu berarti prinsip tentang pribadi yang sempurna yaitu Tuhan. Secara objektif itu berarti pikiran-pikiran yang unggul, konsep-konsep yang teruji dan tahan lama, dan telah terbukti memberi faedah bagi umat manusia. Dalam tataran praktis, ini berarti orang-orang yang berotoritas, dan unggul dalam pemikiran akan menjadi standard kebenaran suatu nilai. Jadi dalam tataran teologis, wahyu ilahi sebagai standard kebenaran, secara praktis gereja, pemimpin, atau guru yang mengajarkan. Secara umum orang-orang yang unggul dalam ide-ide atau memiliki keunggulan rasiolah yang menjadi standar atau patokan bagi sebuah kebenaran. Dalam praktik pendidikan menurut aliran idealisme, maka titikberatnya adalah pada tataran ontologis. Peserta didik perlu ditanamkan konsep bahwa mereka mahkluk spiritual dan rasional. sehingga pendidikan ini akan lebih menekankan konsep, gagasan, dan bagian-bagian keakademisan, dari pada hal-hal lain. Keberhasilan pendidikan ditinjau dari penguasaan materi secara akademis. Sedangkan dari sudut pandang religius, pendidikan bertujuan membimbing peserta didik agar berkepribadian, bermoral, dan religius. Kualitas peserta didik dilihat dari kemampuan untuk merumuskan konsep-konsep atau gagasan-gagasan dari pada hal-hal yang praktis. Walaupun demikian, aspek epistemologis di mana metodologi pembelajaran dikembangkan juga mendapat perhatian penuh. Hal itu disebabkan karena status ontologis tertentu menentukan sikap epistemologis manusia. Sikap epistemologis itulah yang menjadi sarana bagi pencapaian kebenaran pengetahuan. Aspek epistemologis pendidikan idealisme mengacu pada epistemologis idealisme secara umum. Epistemologis idealisme secara umum memandang relaitas itu bukan didapat dari pengalaman inderawi melainkan dari perenungan-perenungan falsafahi. Kebenaran makna bukan didapat dari pengalaman empiris melainkan dari rasio, dan intuisi. Oleh karena itu, orang yang unggul secara rasional dianggap memiliki kebenaran-kebenaran yang tertinggi. Guru dianggap sebagai sumber kebenaran. Jawaban siswa yang tidak sesuai dengan guru akan dianggap salah. Bahkan guru juga menentukan cara untuk menemukan kebenaran itu sendiri. Idealisme adalah aliran filsafat yang berpendapat bahwa pengetahuan itu tidak lain daripada kejadian dalam jiwa manusia, sedangkan kenyataan yang diketahui manusia itu terletak di luarnya. Konsep filsafat menurut aliran idealisme adalah: (1) Metafisika-idealisme; Secara absolut kenyataan yang sebenarnya adalah spiritual dan rohaniah, sedangkan secara kritis yaitu adanya kenyataan yang bersifat fisik dan rohaniah, tetapi kenyataan rohaniah yang lebih dapat berperan; (2) Humanologi-idealisme; Jiwa dikarunai kemampuan berpikir yang dapat menyebabkan adanya kemampuan memilih; (3) Epistemologi-idealisme; Pengetahuan yang benar diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali melalui berpikir. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh beberapa orang yang mempunyai akal pikiran yang cemerlang; sebagian besar manusia hanya sampai pada tingkat berpendapat; (4) Aksiologi-idealisme; Kehidupan manusia diatur oleh kewajiban-kewajiban moral yang diturunkan dari pendapat tentang kenyataan atau metafisika. Dalam hubungannya dengan pendidikan, idealisme memberi sumbangan yang besar tehadap perkembangan filsafat pendidikan. Kaum idealis percaya bahwa anak merupakan bagian dari alam spiritual, yang memiliki pembawaan spiritual sesuai potensialitasnya. Oleh karena itu, pendidikan harus mengajarkan hubungan antara anak dengan bagian alam spiritual. Pendidikan harus menekankan kesesuian batin antara anak dan alam semesta. Pendidikan merupakan pertumbuhan ke arah tujuan pribadi manusia yang ideal. Pendidik yang idealisme mewujudkan sedapat mungkin watak yang terbaik. Pendidik harus memandang anak sebagai tujuan, bukan sebagai alat. Oleh karena itu, filsafat dan pendidikan mempunyai hubungan yang sangat erat. Sebab, pendidikan sendiri pada hakikatnya merupakan proses pewarisan nilai-nilai filsafat, yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan yang lebih baik atau sempurna dari keadaan sebelumnya. Dalam pendidikan diperlukan bidang filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan sendiri adalah ilmu yang mempelajari dan berusaha mengadakan penyelesaian terhadap masalah-masalah pendidikan yang bersifat filosofis. Jadi jika ada masalah atas pertanyaan-pertanyaan soal pendidikan yang bersifat filosofis, wewenang filsafat pendidikanlah untuk menjawab dan menyelesaikannya. A. Realitas Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM). Ia adalah murid Socrates. Aliran idealisme adalah merupakan suatu aliran filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurut aliran ini, cita adalah gambaran asli yang bersifat rohani dan jiwa terletak diantara gambaran asli (cita) dengan bayanagn dunia yang ditangkap oleh pancaindra. Dari pertemuan jiwa dan cita, lahirlah suatu angan-angan, yaitu dunia idea. Idealisme mempunyai pendirian bahwa kenyataan itu terdiri dari atau tersusun dari substansi sebagaimana gagasan-gagasan (ide-ide) atau spirit. Alam fisik ini tergantung dari Jiwa Universal atau Tuhan, yang berarti pula bahwa alam adalah ekspresi dari Jiwa tersebut. Jiwa mempunnyai tempat utama dalam susunan alam semesta ini dan karenanya dunia yang sebenarnya adalah berbeda dengan apa yang Nampak oleh indera di hadapan manusia. Lain daripada itu dunia beserta bagian-bagiannya harus dipandang sebagai mempunyai hubungan satu sama lain, sehingga keseluruhannya merupakan suatu system. Dunia adalah suatu totalitas, satu kesatuan yang logis dan bersifat spiritual. Idealisme berpendapat bahwa Tuhan adalah sumber terakhir dan tertinggi Filsafat idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi dan bukan fisik. Realitas akhir ini sebenarnya telah ada sejak semula pada jiwa manusia. Hakikat roh dapat berupa idea atau pikiran. Bagi penganut idealisme fungsi mental adalah apa yang tampak dalam tingkah laku. Oleh karena itu jasmani atau badan sebagai materi merupakan alat jiwa, alat roh, untuk melaksanakan tujuan, keinginan, dan dorongan jiwa manusia. Hakikat manusia adalah jiwanya, rohaninya atau sering disebut dengan mind yang merupakan suatu wujud yang mampu menyadari dunianya, bahkan sebagai pendorong dan penggerak semua tingkah laku manusia. Dengan kata lain mind ini adalah factor utama yang menggerakkan semua aktivitas manusia. Realitas mungkin bersifat personal dan mungkin juga bersifat personal dan impersonal. Plato mengatakan bahwa jiwa manusia sebagai roh yang berasal dari ide eksternal dan sempurna. Bagi Immanuel Kant manusia adalah bebas dan ditentukan. Bebas sepanjang ia sebagai spirit (jiwa), sedangkan ditentukan adalah manusia adalah mahluk fisik yang tunduk pada hukum alam. B. Pengetahuan Tentang teori pengetahuan, idealisme mengemukakan pandangannya bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui indera tidak pasti dan tidak lengkap, karena dunia adalah tiruan belaka, sifatnya hanya maya (bayangan) yang menyimpang dari kenyataan sebenarnya. Pengetahuan yang benar hanya merupakan hasil belaka, karena akal dapat membedakan spiritual murni dari benda-benda diluar penjelmaan material. Menurut Plato Idealisme metafisik percaya bahwa manusia dapat memperoleh pengetahuan tentang realitas karena realitas pada hakikatnya adalah spiritual sedangkan jiwa manusia merupakan bagian dari substansi spiritual tersebut. Hegel menguraikan konsep Plato tentang teori pengetahuan dengan mengatakan bahwa pengetahuan dikatakan valid, sepanjang sistematis maka pengetahuan tentang realitas adalah benar dalam arti sistematis. Dalam teori kebenaran dan pengetahuan idealisme merujuk pada rasionalisme dan teori koherensi. Teori koherensi didasari oleh pendapat bahwa item-item pengetahuan menjadi signifikan apabila dilihat dalam konteks keseluruhan. Oleh karena itu, semua ide dan teori harus divalidasi sehubungan dengan korehensinya dalam pengembangan sistem pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Henderson (1959: 215) mengatakan sebagai berikut. The rationalist argue that our sense give us but the raw material from which knowledge comes. Knowledge, say they, is not to be found in sense-perception of particulars but in consept, in participle, whichour sense cannot possibly furnish us; the main itself is active, an organizer and systematizer of our sensory experience. For the rasionalist, mathematic furnishes the correct pattern for thought. Jadi pada intinya rasionalisme mendasari teori pengetahuan idealisme. Pengetahuan tidak diperoleh dari pengalaman indera melainkan dari konsepsi dalam prinsip-prinsip sebagai hasil aktivitas jiwa. C. Nilai Menurut pandangan idealisme, nilai itu absolut. Apa yang dikatakan baik, buruk, cantik, tidak cantik, benar, salah, secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Pada hakikatnya nilai itu tetap tidak diciptakan oleh manusia melainkan bagian dari manusia. Plato mengatakan bahwa jika manusia tahu apa yang dikatakannya sebagai hidup baik, maka mereka tidak akan berbuat hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai moral. Plato mengatakan bahwa kehidupan yang baik hanya dapat terwujud dalam masyarakat yang ideal yang diperintah oleh “The Philosopher Kings” yaitu kaum intelektual, para ilmuan atau para cendikiawan (Sadulloh, 2011: 99). Oleh karena itu diperlukan banyak lembaga pendidikan untuk melahirkan pemimpin yang baik (Russel, 2007: 143). Immanual Kant sebagai tokoh idealisme sebagai tokoh idealisme modern meletakkan dasar-dasar moral atas dasar hokum yang disebut “ Categorical imperative” seperti yang ditulis oleh Kneller (1971: 33) sebagai berikut. “Kant’s ideal community consisted of men who treatedone another as end rather that means. His famous categorical imperative state that we should always act as though our individual actions were to become a universal law of nature, binding on all men in similar circumstances” Karena itu, ada hal yang mendasar pada filsafat yang dikemukan oleh Kant sebagai berikut. Filsafat Kant mau memperlihatkan bahwa pengenalan berpusat pada Subjek dan bukan pada Objek. Sebelum Kant, filsafat lebih-lebih dipandang sebagai suatu proses berpikir di mana “Aku” (Subjek) mengarahkan diri pada “dunia” (Objek). Akan tetapi, sejak Kant arah itu diubah: Objeklah kini mengarahkan dirinya pada Subjek untuk diproses menjadi pengetahuan. Maka dari itu, filsafat Kant tidak mau mulai dari dengan penyelidikan atas benda-benda sebagai objek, melainkan menyelidiki struktur-struktur Subjek yang memungkinkan mengetahui benda-benda sebagai objek (Tjahjadi, 2007: 48). Mengenai pandangan Kant Henderson (1959: 103) imperatif kategoris dan imperative praktis merupakan perlakuan dan perbuatan kemanusiaan, baik mengenai diri sendiri maupun orang lain. Pandanglah manusia sebagai tujuan bukan sebagai alat semata. D. Pendidikan Idealisme sangat memberikan perhatian terhadap keberadaan sekolah. Aliran inilah satu-satunya yang melakukan oposisi secara fundamental terhadap naturalisme. Pendidikan harus terus eksis sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai kebutuhan spiritual, dan tidak sekadar kebutuhan alam semata. Gerakan filsafat idealisme pada abad ke-19 secara khusus mengajarkan tentang kebudayaan manusia dan lembaga kemanuisaan sebagai ekspresi realitas spiritual. Dalam hubungannya dengan pendidikan, idealisme memberikan sumbangan yang besar terhadap teori perkembangan pendidikan, khususnya filsafat pendidikan. Filsafat idealisme diturunkan dari filsafat metafisik yang menekankan pertumbuhan rohani. Kaum idealis percaya bahwa anak adalah bagian dari alam spiritual, yang memiliki pembawaan spiritual sesuai dengan potensialitasnya. Oleh karena itu pendidikan harus mengajarkan hubungan antara anak dengan alam spiritual. Pendidikan harus memperhatikan kesesuaian antara anak dengan alam semesta. Hal ini sejalan dengan pendapatnya Kneller (Dalam SAdulloh; 2011: 101) it must emphasize the innateharmony between man and the universe. Selanjutnya menurut Horne pendidikan merupakan proses abadi dari proses penyesuaian dan perkembangan mental maupun fisik, bebas, sadar, terhadap Tuhan dimanifestasikan dalam kehidupan intelektual, emosional dan berkemauan. Pendidikan merupakan pertumbuhan kearah tujuan, yaitu pribadi manusia yang ideal. Bagi aliran idealisme, anak didik merupakan seorang pribadi tersendiri, sebagai makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham idealisme senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman pribadinya sebagai makhluk spiritual. Tentu saja, model pemikiran filsafat idealisme ini dapat dengan mudah ditransfer ke dalam sistem pengajaran dalam kelas. Guru yang menganut paham idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya spiritual. Para murid yang menikmati pendidikan di masa aliran idealisme sedang gencar-gencarnya diajarkan, memperoleh pendidikan dengan mendapatkan pendekatan (approach) secara khusus. Sebab, pendekatan dipandang sebagai cara yang sangat penting. Giovanni Gentile pernah mengemukakan, “Para guru tidak boleh berhenti hanya di tengah pengkelasan murid, atau tidak mengawasi satu persatu muridnya atau tingkah lakunya. Seorang guru mesti masuk ke dalam pemikiran terdalam dari anak didik, sehingga kalau perlu ia berkumpul hidup bersama para anak didik. Guru jangan hanya membaca beberapa kali spontanitas anak yang muncul atau sekadar ledakan kecil yang tidak banyak bermakna. Dalam pandangan idealisme ini memberikan tekanan pada prinsip bahwa belajar itu adalah realisasi diri sendiri. Menurut para pakar idealisme ini pengetahuan yang terbaik adalah pengetahuan yang dikeluarkan dari dalam diri siswa, bukan dimasukkan atau dijejalkan kedalam diri siswa. Sehubungan dengan ini intelek atau akal memegang peranan penting dan menentukan dalam proses belajar mengajar. Jadi pengetahuan yang diberikan disekolah harus bersifat intelektual. Sedangkan yang berkaitan dengan nilai para siswa hendaknya diberikan nilai-nilai yang tetap, abadi dan bagaimana melaksanakannya yang bersesuaian dengan pencipta nilai. Nilai itu signifikan selama berkaitan dengan tat nilai spiritual yang sempurna dari alam semesta. Dalam hal pendidikan guru seharusnya memandang anak sebagai tujuan bukan sebagai alat. Tujuan pendidikan akan berada di luar kehidupan manusia itu sendiri, yaitu manusia yang mampu mencapai dunia cita, manusia yang mampu mencapai dan menikmati kehidupan abadi yang berasal dari Tuhan. Power (Dalam Sadulloh, 2011: 102-103) mengemukakan implikasi filsafat pendidikan idealisme adalah sebagai berikut. 1. Tujuan pendidikan Sejak idealisme sebagai paham filsafat pendidikan menjadi keyakinan bahwa realitas adalah pribadi, maka mulai saat itu dipahami tentang perlunya pengajaran secara individual. Pola pendidikan yang diajarkan fisafat idealisme berpusat dari idealisme. Pengajaran tidak sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan masyarakat, melainkan berpusat pada idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut paham idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk masyarakat, dan campuran antara keduanya. Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan penuh warna, hidup bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan sesama manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya, namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan. Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan sesama manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya, namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan 2. Kedudukan siswa Bebas untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan dasarnya atau bakatnya. 3. Peranan Guru dan Siswa Para filsuf idealisme mempunyai harapan yang tinggi dari para guru. Keunggulan harus ada pada guru, baik secara moral maupun intelektual. Tidak ada satu unsur pun yang lebih penting di dalam sistem sekolah selain guru. Guru hendaknya “bekerjasama dengan alam dalam proses menggabungkan manusia, bertanggung jawab menciptakan lingkungan pendidikan bagi para siswa. Sedangkan siswa berperan bebas mengembangkan kepribadian dan bakat-bakatnya”. (Edward J.Power,1982). Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran idealisme berfungsi sebagai: a) Guru adalah personifikasi dari kenyataan si anak didik; b) Guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa; c) Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik; d) Guru haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para murid; e) Guru menjadi teman dari para muridnya; f) Guru harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan gairah murid untuk belajar; g) Guru harus bisa menjadi idola para siswa; h) Guru harus rajin beribadah, sehingga menjadi insan yang bisa menjadi teladan para siswanya; i) Guru harus menjadi pribadi yang komunikatif; j) Guru harus mampu mengapresiasi terhadap subjek yang menjadi bahan ajar yang diajarkannya; Tidak hanya murid, guru pun harus ikut belajar sebagaimana para siswa belajar; k) Guru harus merasa bahagia jika anak muridnya berhasil; l) Guru haruslah bersikap dmokratis dan mengembangkan demokrasi; m) Guru harus mampu belajar, bagaimana pun keadaannya. 4. Kurikulum pendidikan idealisme berisikan pendidikan liberal dan pendidikan vokasional/praktis. Pendidikan liberal dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan-kemampuan rasional dan moral. Pendidikan vokasional dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan suatu kehidupan/pekerjaan. Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook. Agar pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual. Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kuat. Semua yang ideal baik, yang berisi manifestasi dari intelek, emosi dan kemauan, ini semua perlu menjadi sumber kurikulum. Bogosluosky menjelaskan kurikulum dapat diumpamakan sebagai sebuah rumah yang mempunyai empat bagian: a) Universum. Pengetahuan yang merupakan latar belakang dari segala mnanifestasi hidup manusia. Diantaranya adalah adanya kekuatan-kekuatan alam, asal-usul tata surya dan lain-lainnya. b) Sivilisasi. Karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup masyarakat. Dengan sivilisasi manusia mampu mengadakan pengawasan terhadap lingkungannya, mengejar kebutuhan, serta hidup aman dan sejahtera. c) Kebudayaan. Karya manusia yang mencakup diantaranya filsafat, kesenian, kesusastraan, agama, penafsiran dan penilaian mengenai lingkungan. d) Kepribadian. Dalam kurikulum hendaklah diusahakan agara factor-faktor fisik, fisiologis, emosional dan intelektual sebagai keseluruhan dapat berkembang harmonis dan organis. 5. Metode. Tidak cukup mengajar siswa tentang bagaimana berfikir, sangat penting bahwa apa yang siswa pikirkan menjadi kenyataan dalam perbuatan. Metode mangajar hendaknya mendorong siswa untuk memperluas cakrawala, mendorong berfikir reflektif, mendorong pilihan-pilihan morak pribadi, memberikan keterampilan-keterampilan berfikir logis, memberikan kesempatan menggunakan pengetahuan untuk masalah-masalah moral dan sosia, miningkatkan minat terhadap isi mata pelajaran, dan mendorong siswa untuk menerima nilai-nilai peradaban manusia (Callahan and Clark,1983) BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Berdasarkan kajian yang telah dikemukakan dalam pembahasan sebelumnya diperoleh temuan sebagai sebagai berikut: Pertama, aliran filsafat idealisme dalam pendidikan menekankan pada upaya pengembangan bakat dan kemampuan peserta didik sebagai aktualisasi potensi yang dimilikinya. Untuk mencapainya diperlukan pendidikan yang berorientasi pada penggalian potensi dengan memadukan kurikulum pendidikan umum dan pendidikan praktis. Kegiatan belajar terpusat pada peserta didik yang dikondisikan oleh tenaga pendidik. Dari aspek-aspek ini, dapat disimpulkan bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang mendatangkan kestabilan, telah teruji waktu, tahan lama dan terseleksi. Nilai-nilai yang diterima adalah yang telah terbukti mendatangkan kebaikan pada umat manusia. Pendidikan ini akan mengutamakan kemampuan akademis yang telah baku. Kebenaran didapat manusia melalui intuisi, rasio dan wahyu, bukan dari penginderaan, sebab penginderaan hanyalah persepsi bukan realitas yang sesungguhnya. Realitas yang sesungguhnya terdapat dalam ide-ide atau gagasan. Daftar Pustaka Bakhtiar, A. 2007. Filsafat Agama Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Barnadid, Iman.1976. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Kampus Karangmalang. Budianto, I.M. 2005. Realitas dan Objektivitas Refleksi Kritis atas Cara Kerja Ilmiah. Jakarta: Widatama Widya Sastra. Ewing, A.C. 2003. Persoalan-persoalan Filsafat. (Uzair Fauzan dan Rika Iffati Farikha Penerjemah). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hamersma, H. 1981. Pintu Masuk ke Dunia Filsafat. Jogyakarta: Kanisius. Henderson, Stella van Petten, 1959. Introduction to Philosophy of Education. Chicago: The University of Chicago Press. Keraf, A.S. dan M. Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis. Yogyakarta: Kanisius. Russell, Bertrand. 2007. Sejarah Filsafat Barat Kaitannya Dengan Kondisi Sosio-Politik Zaman Kuno Hingga Sekarang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rusuanto, B. 2005. Keadilan Sosial Pandangan Deontologis Rawls dan Habermans dua Teori Filsafat Politik Modern. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sadulloh, Uyoh. 2011. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Suhartono, S. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank melalui Internet (Internet Banking)

(Vibizmanagement – Risk) - Peran teknologi dalam dunia perbankan sangatlah mutlak, dimana kemajuan suatu sistem perbankan sudah barang tentu ditopang oleh peran teknologi informasi. Tidak dapat dipungkiri, dalam setiap bidang termasuk perbankan penerapan teknologi adalah untuk memudahkan operasional intern perusahaan, juga bertujuan untuk semakin memudahkan pelayanan terhadap nasabah. Apalagi saat ini, khususnya dalam dunia perbankan hampir semua produk yang ditawarkan kepada nasabah serupa, sehingga persaingan yang terjadi dalam dunia perbankan adalah bagaimana memberikan produk yang serba mudah, cepat dan praktis. Internet banking menjadi salah satu kunci keberhasilan perkembangan dunia perbankan modern dan bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa dengan internet banking, keuntungan (profits) dan pembagian pasar (marketshare) akan semakin besar dan luas. Internet banking adalah sebuah jaringan internet yang dipergunakan untuk melakukan transaksi ( transfer uang ), membayar berbagai macam tagihan (listrik, telepon) , melakukan cek saldo tabungan dan lainnya serta merupakan salah satu pelayanan perbankan tanpa cabang, yaitu berupa fasilitas yang akan memudahkan nasabah untuk melakukan transaksi perbankan tanpa perlu datang ke kantor cabang. Risiko yang timbul Meskipun dunia perbankan memperoleh manfaat dari penggunaan internet banking, terdapat pula resiko-resiko yang melekat pada layanan internet banking, seperti resiko strategik, resiko reputasi, resiko operasional termasuk resiko keamanan dan resiko hukum, resiko kredit, resiko pasar dan resiko likuiditas. Serangan terhadap kegiatan perbankan online (online banking), adalah cybercrime. Modus yang pernah muncul di Indonesia dikenal dengan istilah typosite. Modus ini memanfaatkan nasabah yang salah mengetikkan alamat bank online yang ingin diaksesnya. Pelakunya sudah menyiapkan situs palsu yang mirip dengan situs asli bank online (forgery). Jika ada nasabah yang salah ketik dan kesasar di situs bank palsu tersebut, pelaku akan merekam user id dan password nasabah tersebut untuk digunakan mengakses ke situs yang sebenarnya (illegal access) dengan maksud untuk merugikan nasabah. Contoh kasus : Masih ingat pembobolan internet banking milik bank BCA pada tahun 2001? Kasus tersebut dilakukan oleh seorang mantan mahasiswa ITB Bandung dan juga merupakan salah satu karyawan media online (satunet.com) yang bernama Steven Haryanto. Anehnya Steven ini bukan Insinyur Elektro ataupun Informatika, melainkan Insinyur Kimia. Ide ini timbul ketika Steven pernah salah mengetikkan alamat website. Dia telah membuat beberapa situs yang sama persis dengan situs internet banking BCA yang beralamat di www.klikbca.com, seperti: wwwklikbca.com kilkbca.com clikbca.com klickbca.com klikbac.com Jika masuk ke empat situs itu, Anda akan mendapatkan situs internet yang sama persis dengan situs klikbca.com. Hanya saja saat melakukan login, Anda tidak akan masuk ke fasilitas internet banking bca dan akan tertera pesan "The page cannot be displayed". Fatalnya, dengan melakukan login di situs-situs itu, user name dan PIN internet Anda akan terkirim pada sang pemilik situs. Karena perbuatannya itu Steven meminta maaf kepada pihak Bank Central Asia (BCA), dan permintaan maaf itu dikirimkan via email kepada BCA, Rabu (6/6/2001) dan ditembuskan pada redaksi detikcom dan Satunet.com. Dalam pernyataannya, Steven menyatakan menyesal dan mengakui telah menimbulkan kerugian kepada pihak BCA dan pihak pelanggan yang kebetulan masuk ke situs palsu tersebut. Namun Steven menyatakan menjamin bahwa dia tidak pernah dan tidak akan menyalahgunakan data tersebut , dan juga menyerahkan kembali data user yang didapatkannya kepada BCA. Manajemen Risiko Oleh sebab banyaknya risiko yang timbul akibat penggunaan Internet Banking, maka Bank Indonesia sebagai lembaga pengawas kegiatan perbankan di Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No. 9/15/PBI/2007 Tentang Penerapan Manajemen Resiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Pada Bank Umum agar setiap bank yang menggunakan Teknologi Informasi khususnya internet banking dapat meminimalisir resiko-resiko yang timbul sehubungan dengan kegiatan tersebut sehingga mendapatkan manfaat yang maksimal dari internet banking Dalam rangka melakukan pengawasan terhadap perbankan, Bank Indonesia perlu melakukan audit terhadap Sistem Teknologi Informasi dan Komunikasi yang digunakan oleh perbankan untuk setiap kurun waktu tertentu. Mitigasi Menyadari pentingnya kenyamanan dan keamanan berbagai upaya preventif dan pengamanan internet banking dapat diterapkan seperti : • Pemakaian sistem firewall untuk pembatasan akses. Pengamanan berlapis ini, tentu saja ditambah dengan keamanan yang dipunyai oleh setiap nasabah berupa identitas pengguna (user ID) dan PIN. • Program Secure Sockets Layer (SSL) 3.0 dengan sistem pengacakan 128 bit. Pengaman tersebut oleh bank disesuaikan dengan standar internasional. • Diberlakukannya fitur two factor authentication, dengan menggunakan token. Penggunaan token ini akan memberikan keamanan yang lebih tinggi dibandingkan bila hanya menggunakan username, PIN, dan password saja. • Sosialisasi aktif dari perbankan kepada masyarakat/nasabah dan pegawai perbankan mengenai bentuk-bentuk kejahatan yang dapat terjadi dengan produk/layanan yang disediakannya. • Menambah persyaratan formulir identitas pada waktu pembukaan rekening baru untuk pemeriksaan pada data base yang menghimpun daftar orang bermasalah dengan institusi keuangan. • Penggunaan Perangkat Lunak Komputer Deteksi untuk aktifitas rekening nasabah, agar apabila terjadi kejanggalan transaksi, seperti pengambilan uang nasabah yang melampaui jumlah tertentu, dapat ditangani dengan cepat • Standardisasi dalam pembuatan aplikasi Internet Banking. Misalnya, user interface yang mudah dipahami, sehingga user dapat mengambil tindakan yang sesuai. Meskipun hingga saat ini belum terdapat teknologi yang dapat membuat Internet Banking menjadi aman, akan tetapi pihak perbankan dan pemerintah perlu mengupayakan agar penyelenggaraan Internet Banking yang telah ada, tetap dapat dipergunakan lebih aman Tips Menggunakan Internet Banking dengan AMAN 1. Jangan pernah mengakses Internet Banking dari komputer umum (Shared Computer) seperti di Warnet atau tempat-tempat umum lainnya. Selalu gunakan Laptop atau komputer pribadi anda. 2. Jangan pernah lupa lengkapi Laptop anda dengan Antivirus, Firewall maupun Anti Spyware terbaru untuk memastikan tidak ada program jahat yang akan menyadap setiap aktivitas online anda. 3. Sebaiknya hindari mengakses Internet Banking di Hotspot gratis, misal di Mall atau Kampus, namun jika anda terpaksa menggunakan koneksi Wireless pastikan bahwa koneksi anda terenkripsi. 4. Cek dan rechek setiap transaksi dari Internet Banking anda, sehingga Anda bisa mengetahui setiap detil dari transaksi dan jika Anda transaksi yang mencurigakan anda bisa langsung melaporkan ke Bank yang bersangkutan. 5. Selalu gunakan Password yang kuat dan tidak mudah ditebak oleh orang lain dan mengubahnya sesering mungkin. Gunakan kombinasi huruf dan angka serta hindari menggunakan password yang sama untuk setiap akun online Anda. Misalnya bedakan antara Password Facebook anda dengan Password Internet Banking. Jangan membuat password yang mudah dikenali, seperti nama istri atau suami atau nama binatang peliharaan Anda. Password dengan angka-angka jauh lebih aman, apalagi bila diselingi dengan karakter seperti * atau #. Tapi angka itu jangan berupa tanggal lahir Anda. 6. Pastikan Anda selalu Log Out setelah selesai melakukan kegiatan Internet Banking PENGENDALIAN MANAJEMEN PADA ORGANISASI JASA BAB 1 PENDAHULUAN Sistem pengendalian manajemen tidak hanya menyangkut aspek manufaktur saja. Sistem pengendalian manajemen juga berfungsi pada sektor jasa. Dalam proses pengendaliannya, sektor jasa mempunyai karakteristik yang relatif berbeda dibanding sektor manufaktur. Sistem pengendalian manajemen yang akan dibahas adalah dikhususkan pada organisasi jasa profesional (konsultan hukum, pengacara, akuntansi dan profesi sejenis), rumah sakit, nirlaba (yayasan), pemerintah dan organisasi dagang (agen, distributor, pengecer). Selain membahas mengenai sistem pengendalian manajemen pada sector jasa, makalah ini juga membahas mengenai sistem pengendalian manajemen pada perusahaan jasa keuangan. Perusahaan jasa keuangan merupakan perusahaan yang bidang utamanya adalah mengelola uang. Pada dasarnya perusahaan ini bertindak sebagai penengah yakni ia memperoleh uang dari para deposan atau penabung dan meminjamkannya pada perorangan atau perusahaan. Tindakan lainnya adalah pemindah resiko (risk shifters), yakni memperoleh uang dalam bentuk premi, menginvestasikan premi tersebut dan menerima resiko terjadinya peristiwa tertentu seperti kematian atau kerusakan. Tindakan lainnya adalah sebagai pedagang yakni membeli dan menjual sekuritas baik untuk mereka sendiri ataupun nasabahnya. Melihat bidang usaha yang dijalankan, maka perusahaan jasa keuangan mempunyai beberapa masalh terhadap pengendalian manajemennya yang berbeda dari perusahaan jasa lainnya. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengendalian Manajemen Pada Organisasi Jasa 2.1.1 Perusahaan Jasa Secara Umum Beberapa hal yang membedakan sektor manufaktur dan sektor jasa : 1. Tidak adanya persediaan penyangga Persediaan pada perusahaan manufaktur dimaksudkan untuk menjamin kontinuitas produksi, serta untuk menjamin produk jadi selalu tersedia pada saat dibutuhkan oleh konsumen. Namun karakteristik persediaan ini tidak ditemukan dalam industri jasa. Perusahaan jasa harus berupaya meminimalkan kapasitas yang tidak terpakai. Biaya yang terjadi pada organisasi jasa merupakan biaya tetap dalam jangka pendek. Variabel kunci untuk organisasi jasa adalah seberapa besar kapasitas yang dipunyai oleh perusahaan jasa untuk dibandingkan dengan permintaan akan jasa yang ada. 2. Kesulitan dalam pengawasan kualitas Perusahaan manufaktur bisa memeriksa produknya sebelum dikirimkan ke pelanggan, dan kualitas barang yang dikirim bisa diukur secara kasat mata atau dengan instrument tertentu. Sedangkan perusahaan jasa tidak bisa melakukan hal yang sama seperti barang. Penilaian atas kualitas jasa terjadi pada saat jasa itu diberikan dan seringkali subyektif. 3. Penggunaan tenaga kerja yang intensif Perusahaan manufaktur menambah peralatan dan otomasi alat produksinya dengan maksud menggantikan tenaga kerja dan mengurangi biaya.perusahaan jasa tidak melakukan itu, tetapi dimaksudkan untuk lebih meningkatkan pelayanan. 4. Organisasi dengan multi unit Beberapa organisasi jasa mengoperasikan beberapa unit di lokasi yang berbeda yang masing-masing relatif kecil. Karena unit-unit tersebut berbeda dalam menyediakan pelayanan, perhatian khusus diperlukan untuk memperbandingkan kinerja masing-masing unit. Teknik seperti menyesuaikan perbedaan seperti ini disebut data envelopment analysis. Teknik ini mengidentifikasi unit yang paling efisien dengan menggunakan metode statistic atas berbagai perbedaan yang diizinkan. 2.1.2 Organisasi Profesional Organisasi yang dimaksud dalam hal ini adalah organisasi litbang, lembaga hukum, rumah sakit, arsitek, konsultan,biro iklan usaha seni, dan olahraga dimana produknya merupakan jasa professional. • Karakteristik khusus: 1. Tujuan Perusahaan profesional mempunyai relative sedikit asset yang dapat dilihat, asset utamnya adalah kemampuan professional stafnya, dimana nilai ini tidak tampak dalam laporan keuangan. Tujuan keuangan utamanya adalah menyediakan kompensasi yang sepadan pada para profesionalnya. Pada banyak organisasi, Tujuan yang hendak dicapai biasanya berkaitan dengan ukuran organisasi. Kecenderungan alamiah yang terjadi adalah ukuran sukses suatu organisasi biasanya juga dilihat dari besar kecilnya organisasi. Tujuan ini menunjukkan skala ekonomi dalam penggunaan berbagai usaha dari staf kantor pusat organisasi dan unit-unit pertanggunjawaban agar tidak kalah dalam persaingan. 2. Profesional Organisasi professional lebih banyak mengandalkan tenaga kerja, dan tenaga kerja dalam hal ini merupakan bentuk khusus. Professional biasanya cenderung tidak membebani keputusannya dari sudut pengaruh keuangannya, mereka ingin mengerjakan sebaik mungkin dengan mengabaikan biayanya. Karena profesional merupakan sumber daya terpenting dalam suatu perusahaan. 3. Ukuran Output Output dari suatu organisasi profesional tidak bisa diukur dengan ukuran fisik, seperti unit, ton dan lain-lain. Output dalam hal ini adalah efektivitas kerja. Pendapatan yang diperoleh biasanya merupakan ukuran output pada sejumlah organisasi profesi, namun ukuran seperti ini lebih berhubungan pada jumlah jasa yang dilakukan, tidak berkaitan dengan mutu, walau kualitas yang jelek dalam jangka panjang akan mengurangi pendapatan. Pekerjaan yang dilakukan oleh banyak profesionaltidak repetitive atau berulang-ulang. Hal ini menyulitkan dalam perencanaan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan satu tugas, dan juga penilaian atas kinerja yang telah dilakukan. Beberapa pekerjaan biasanya repetitive, misalnya mencatat kontrak penjualan dan membuat draft tugas. 4. Ukuran Kecil Dengan beberapa pengecualian, seperti kantor lembaga hokum, akuntan, organisasi professional biasanya relative kecil dan berlokasi pada satu tempat saja. Manajer puncak pada organisasi seperti ini bisa mengawasi dan memotivasi pegawainya secara langsung dan pendekatan pribadi saja. Sehingga, kebutuhan untuk sistem pengendalian manajemen tidaklah merupakan hal yang mendesak. 5. Pemasaran Pada perusahaan manufaktur, pemilihannya jelas antara kegiatan produksi dan pemasaran. Pada organisasi profesi pemilihan tersebut tidak ada. Pemasaran pada dasarnya merupakan kegiatan inti pada semua organisasi. • Sistem Pengendalian Manajemen 1. Penentuan Harga Harga jual dari pekerjaan yang dilakukan pada organisasi profesi biasabya ditetapkan secara tradisional. Tarif biasanya didasrkan pada jam kerja untuk kompensasi dengan tingkat profesionalnya, ditambah biaya overhead dan laba. Biasanya juga dibebankan biaya tetapnya. 2. Pusat laba dan harga transfer Organisasi nirlaba biasanya menggunakan pusat laba. Unit pendukung, seperti pemeliharaan,proses informasi,transformasi, telekomunikasi, percetakan dan sejumlah material dan jasa, membebankan uang yang dikonsumsinya pada jasa yang diberikannya. 3. Perencanaan strategi dan pengangaran Pada umumnya, sistem perencanaan strategi dibuat tidak sebaik pada perusahaan manufaktur. Pada organisasi profesi, asset utamanya adalah orang, dan walaupun terjadi fluktuasi jangka pendek pegawainya, perubahan ukuran dan kompensasiuntuk stafnya lebih mudah dibuat dan direvisi dimana perlu. 4. Pengawasan operasi Perhatian yang besar hendaknya diberikan pada penjadwalanwaktu dan professional tersebut. The billed time ratio adalah rasio jumlah jam yang dipakai terhadap total jam kerja yang tersedia dari professional tersebut, diawasi dengan cermat. Ketidakmampuan untuk menciptakan standar kerja dan ukuran prestasinya, akan membawa dampak terhadap perencanaan dan pengendalian tugas sehari-hari. 5. Ukuran prestasi dan penghagaan Kinerja professional cukup mudah dinilai. Namun ada juga kinerja professional yang cukup sulit dunilai. Untuk beberapa kondisi, ukuran prestasi biasanya tersedia. 2.1.3 Organisasi Perawatan Kesehatan Organisasi yang dimaksud dalam hal ini adalah rumah sakit,klinik, rumah sakit bersalin, laboratorium kesehatan, dan organisasi sejenis lainnya. Pada dasarnya ciri-ciri organisasi seperti ini merupakan organisasi nirlaba, tapi banyak juga diantaranya yang merupakan perusahaan yang berorientasi laba. • Ciri-ciri khusus: 1. Kesulitan dalam masalah sosial Masyarakat sering dihadapkan dengan pelayanan rumah sakit yang tidak bagus, tingginya tarif rumah sakit, tingginya obat dan masalah-masalah lainnya. Dilain sisi jumlah orang sakit terus bertambah karena kemajuan pengobatan memperpanjang harapan hidup manusia, yang pada gilirannya membutuhkan perawatan. Pihak yang menyediakan layanan kesehatan sebenarnya sadar akan masalah ini, namun diperlukan mekanisme tertentu yang tidak saling merugikan antara penyedia dan pemakai perawatan kesehatan. 2. Perubahan penyedia jasa perawatan kesehatan Dengan meningkatnya biaya perawatan kesehatan, perubahan signifikan terjadi dalam hal pelayanan perawatan, yang dulunya dilakukan oleh beberapa penyedia perawatan kesehatan. Banyak jasa yang sebelumnya dilakukan oleh rumah sakit,sekarang cukup dilakukan oleh klinik tertentu saja. 3. Profesional Pengaruh pengendalian manajemen pada professional ini sama dengan yang terjadi pada organisasi profesional lainnya. Loyalitas mereka biasanya lebih mengarah pada profesi, tidak pada organisasi.manajer bagian pada dasarnya merupakan seorang professional yang melakukan fungsi manajemennya hanya pada paruh waktu. 4. Pentingnya pengendalian mutu Industri kesehatan banyak berkaitan dengan kehidupan manusia, sehingga kualitas jasa yang diberikan harus benar-benar diperhatikan. Pada periode tertentu diperlukan pengkajian ulang tentang prosedur operasi atau pembedahan, pengkajian ulang terhadap dokter pribadi. 2.1.4 Organisasi Nirlaba Organisasi nirlaba menurut definisi hukumnya merupakan organisasi yang tidak bisa mengalihkan aktiva, pendapatan, atau keuntungannya kepada anggota, pegawai atau direktur oeganisasi tersebut.Tetapi dalam hal ini, organisasi tentu saja bisa memberi semacam kompensasi atas jasa ataupun barang yang diberikan oleh pegawai maupun anggota organisasi tersebut. Definisi ini juga tidak berarti organisasi dilarang memperoleh pendapatan yang diperhitungkan sebagai labanya. Yang dilarang adalah distribusi laba tersebut. Organisasi nirlaba memerlukan laba yang tinggi untuk menyediakan modal kerja dan sebagai penjagaan di masa paceklik perolehan dana. • Ciri-ciri khusus : 1. Tidak ada ukuran dana Tujuan utama dari kebanyakan usaha adalah memperoleh laba yang memuaskan bagi pemiliknya. Laba dalam hal ini merupakan ukuran prestasi terhadap tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan dan ukuran seperti ini tidak kita jumpai pada organisasi nirlaba. Ketiadaan ukuran kuantitas dalam penghargaan kinerja manajemen merupakan masalah yang serius bagi penerapan pengendalian manajemen pada organisasi nirlaba. Laporan keuangan merupakan laporan yang sangat bermanfaat pada organisasi nirlaba, sama seperti pada dunia usaha. Walaupun kinerja keuangan tidak merupakantujuan dominan pada orgaisasi nirlaba, tapi tujuan seperti ini tetap perlu karena tanpa pendapatan yang sedikit melebihi biaya sulit bagi suatu organisasi nirlaba untuk bertahan hidup. 2. Kontribusi modal Hanya sedikit perbedaan utama pada pencatatan transaksi akuntansi pada unit usaha dan organisasi nirlaba, yakni yang berkaitan dengan modal pada neraca. Sedangkan persamaannya adalah baik organisasi laba maupun nirlaba menyatakan peningkatan modal jika terjadi peningkatan pendapatan labanya. Ada dua kategori kontribusi modal yaitu dalam bentuk bangunan dan sumbangan. Penerimaan kontribusi aktiva modal tidak merupakan pendapatan. Organisasi nirlaba mempunyai dua bentuk laporan keuangan, bentuk pertama berkaitan dengan kegiatan operasional dan termasuk di dalamnya adalah laporan operasional, neraca, dan laporan cash flow, semuanya sama seperti yang ditemui di dunia usaha umumnya. Bentuk kedua berkaitan dengan kontribusi modal, dan lapran ini berisikan laporan kontribusi modal inflow dan outflow selama satu periode dan neraca yang melaporkan kontribusi aktiva modal dan yang berkaitan dengan hutang dan modal. 3. Akuntansi dana Banyak organisasi nirlaba menggunakan pencatatan system akuntansinya dengan cara akuntansi dana. Rekening disimpan terpisah untuk beberapa dana yang masing-masing seimbang dengan sendirinya. 4. Aturan Organisasi nirlaba biasanya diatur dan diawasi oleh dewan penyantun (trustee). Biasanya dewan ini tidak mampu mengidentifikasi masalah sebenarnya. Untuk itulah diperlukan dewan yang mengatur secara kuat dan bekerja secara efektif. • Sistem Pengendalian Manajemen 1. Penentuan harga pokok Kebanyakan organisasi nirlaba tidak memperhatikan dengan serius tentang kebijakan harga. Harga atas jasa biasanya ditetapkan dengan system biaya penuh (full cost system). Prinsip ini diterapkan pada jasa-jasa yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Pada umunya pengendalian manajeman ditetapkan apabila harganya telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum ditetapkannya kinerja atas jasa yang diberikan. 2. Penyusunan anggaran dan perencanaan strategi Pada organisasi nirlaba yang harus memutuskan alokasi sumber daya yang terbatas secara bijaksana, perencanaan strategi lebih penting dan lebih banyak memakan waktu dari pada jenis usahanya itu sendiri. Alat pengendalian manajemen yang paling penting dalam organisasi seperti ini adalah berkaitan dengan aktivitas keuangan organisasi yakni anggaran (baik itu pendapatan maupun pengeluaran.) 3. Operasi dan evaluasi Pada kebanyakan organisasi nirlaba, tidak ada cara untuk mengetahui biaya operasional yang optimum. Banyak organisasi mengalami kesulitan untuk memperoleh dana terutama dari sumber pemerintah. Hal ini membawa konsekuensi makin diperlukannya pengendalian manajemen. 2.1.5 Organisasi Pemerintahan Organisasi pemerintah merupakan organisasi jasa dan kegiatan semacam ini merupakan salah satu contoh organisasi nirlaba. • Karakteristik Khusus : 1. Pengaruh politik Pada organisasi pemerintah, keputusan dihasilkan melalui proses yang berjenjang dan sering disertai dengan konflik. Tekana politik seperti ini tidak dapat dihindarkan. Tekana berupa konflik seperti ini biasanya tidak menghasilkan keputusan yang optimum. 2. Informasi publik Pemerintah biasanya membatasi jumlah informasi yang sensitive dan kontreoversial yang mengalir melalui sistem pengendalian manajemen formal. Hal ini mengurangi efektivitas sistem. 3. Sikap yang mengutamakan pelanggan Pada dasarnya perusahaan yang berorientasi laba maupun nirlaba didukung oleh pelanggannya dimana ia memperoleh penghasilan dari pelanggannya tersebut. Organisasi pemerintah juga didukung oleh masyarakat,mereka memperoleh penghasilan melalui masyarakat luas. 4. Peraturan pemerintah (Red tape) Pemerintah telah mengumumkan sejumlah aturan dan regulasi. Beberapa aturan ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan kinerja pemerintah. 5. Kompensasi manajemen Manajer dan profesional lainnya di organisasi pemerintah biasanya cenderung sedikit mendapatkan kompensasi dibandingkan yang diperolejh profesional lainnya di swasta. Kompensasi disini tidak hanya dalam bentuk materi, penghargaan atau yang lebih konkret kenaikan pangkat secara otomatis adalah beberapa contoh kompensasi yang dapat diberikan. 6. Akuntansi Hingga saat ini sistem akuntansi yang dipakai pada organisasi pemerintah sudah kuno dan tidak mengikuti perkembangan zaman. Disini perlu dilakukan perombakan sistem akuntansi yang lebih mengacu pada kebutuhan saat ini. • Sistem Pengendalian Manajemen 1. Penyusunan anggaran dan perencanaan strategis Perencanaan strategis di organisasi pemerintahan merupakan faktor penting. Keputusan yang diambil biasanya juga melibatkan pertimbangan politik. Keputusan yang diambil biasanya dengan mempertimbangkan berbagai faktor tidak hanya faktor ekonomi tapi juga faktor lainnya. 2. Ukuran kerja Laba adalah selisih antara pendapatan dan biaya. Biaya pada organisasi pemerintah dapat diukur sama akuratnya dengan yang di swasta. Pada organisasi pemerintah pendapatan tidak merupakan output. Karena tidak merupakan ukuran moneter, maka ukuran pendapatan disoini bisa dilihat dari kualifikasi yang dilakukan. Kualifikasi yang biasanya dilakukan adalah: 1. Ukuran Hasil (A Result Measure) adalah ukuran output yang menurut dugaan berhubungan dengan tujuan organisasi. 2. Ukuran Proses (A Proces Measure) adalah ukuran yang berkaitan dengan kegiatan yang dijalankan oleh pemerintah. 3. Indikator Sosial adalah ukuran yang lebih luas dimana output yang dihasilkan menunjukkan hasil kerja dari organisasi pemerintah tersebut. 2.1.6 Organisasi Usaha Dagang Tidak seperti pada organisasi jasa, persediaan merupakan faktor penting pada perusahaan dagang. Sebenarnya kepala departemen pada organisasi seperti ini disebut “pembeli”, tidak hanya sekedar manajer, yang menunjukkan pentingnya fungsi pengadaan. Alat pengawasan yang prinsip adalah dimungkinkannya untuk membeli yakni jumlah maksimum yang boleh dibeli oleh pembeli kapan saja. Pengawasan modal kerja merupakan faktor penting dalam perusahaan dagang. Saat ini organisasi dagang dan organisasi swasta telah mengembangkan sistem informasi yang memungkinkan satu perusahaan membandingkan pendapatan, biaya dan elemen lainnya dengan perusahaan lainnya. 2.2 Pengendalian Manajemen Pada Perusahaan Jasa Keuangan 2.2.1 Perusahaan Jasa Keuangan Secara Umum • Karakteristik Umum: 1. Aset Moneter kebanyakan asset perusahaan jasa keuangan adalah moneter. Nilai asset moneter saat ini lebih mudah diukur dari pada aset fisik lainnya, seperti gedung dan peralatan serta hak patent dan aktiva tak berwujud lainnya. Mata uang merupakan contoh ekstrem komoditi fungible. Setiap saat pada suatu waktu rupiah yang dimiliki oleh seluruh perusahaan mempunyai nilai yang sama dengan nilai nominalnya atau daya belinya. Daya beli rupiah berubah menurut waktu, tetapi pada masa depan, semua rupiah mempunyai nilai yang seimbang. Hal ini berarti rupiah yang dipunyai setiap orang mempunyai kualitas yang sama pada saat diberikan. Aset keuangan juga bisa ditransfer dari satu pemilik ke pemilik lain dengan cepat dan mudah. 2. Jangka Waktu Untuk Transaksi Kesuksesan atau kegagalan pengeluaran obligasi, pinjaman hipotik pada seseorang atau kebijakan asuransi jiwa mungkin tidak diketahui selama 30 tahun atau lebih. Selama periode ini, ketepatan dari pinjaman ataupun kebijakannya mungkin berubah, daya beli uang tersebut tentu saja berubah. Ini berarti kinerja akhir meliputi otorisasi dan penyusutan pinjaman, atau penjualan dan penetuan harga kebijakan asuransi, tidak bisa diukur pada saat keputusan awal dibuat. Hal ini berarti pengawasan membutuhkan suatu alat yang mensurvei keabsahan secara berkala transaksi selama periode tertentu, termasuk pemeriksaa berkala semua pinjaman yang beredar. 3. Risiko dan penghargaan Banyak perusahaan jasa keuangan dalam bisnis menerima risiko dalam bentuk penghargaan, kebanyakan keputusan usaha melibatkan keseimbangan risiko dan penghargaan. Makin besar risiko, makin besar penghargaan yang diterima. Pada perusahaan jasa keuangan, keseimbangan ini nampak jelas pada investasi usaha, seperti melibatkan pembelian mesin atau pengenalan produk baru. Tarif bunga atas pinjaman dan premi pada polis asuransi didasari asumsi risiko yang akan terjadi. 4. Regulasi Perusahaan jasa keuangan diatur secara ketat. Bank dan pedagang sekuritas diatur oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Walaupun regulasi ini diperlukan, beberapa aturan ini melarang praktik usaha tertentu dan aturan akuntansi khusus lainnya berbeda dari akuntansi yang berlaku umum (GAAP). Untuk keputusan tertentu, pengaruh baik akuntansi GAAP maupun akuntansi pada regulasi tersebut harus dipertimbangkan. 2.2.2 Bank Komersial dan Lembaga pembiayaan • Karakteristik Umum : 1. Modal Yang Diatur Kemampuan suatu bank untuk meminjamkan atau menginvestasikan uang diatur oleh pemerintah dimana modal setidaknya harus seimbang dengan persentase tertentu dari asetnya 2. Produk Baru Hingga saat ini kegiatan bank komersial umumnya berkaitan dengan kegiatan menyimpan dan meminjamkan uang, dengan jumlah pendapatan yang relative kecil dihasilkan dari fee yang dibebankan untuk mengelola dana trust dan pengamanan asset konsumen. Bank melengkapi beberapa jasa untuk nasabahnya tanpa beban atau dengan beban tidak langsung yang dihasilkan dari perolehan perusahaan dalam menjaga keseimbangan minimum tertentu. 3. Risiko Bank dihadapkan dengan 3 bentuk risiko: 1. Risiko kredit, yakni risiko dimana suatu pinjaman tidak bisa kembali. 2. Risiko tingkat bunga, yakni selisijh antara bunga yang dibayarkan pada deposito dan tarif yang diperoleh atas pinjaman dan investasi, akan berubah dengan cara yang tak tampak. 3. Risiko transaksi, yakni risiko kesalahan dalam proses transaksi. 4. Otomasi Di semua bank fungsi penabungan dan penarikan biasanya otomatis.untuk jumlah transaksi yang besar dilakukan melalui Automatic Teller Machine (ATM). Banyak keputusan peminjaman juga terotomatisasi. Bahkan fungsi-funsi seperti ini terotomatisasi diman para ahli percaya bahwa dalam waktu dekat hanya fungsi karyawan pada kantor cabang yang masih melayani kepuasan pelanggan. • Implikasi Pengendalian Manajemen Jika cabang-cabang diperlakukan sebagai pusat laba masalah-masalah berikut perlu diperhatikan : 1. Hubungan tarif dan jangka waktu deposito terhadap tarif dan jangka waktu pinjaman 2. Volume deposit 3. Kerugian pinjaman 4. Biaya 5. Pendapatan bersama 6. Harga transfer 2.2.3 Perusahaan Sekuritas Karakteristik perusahaan sekuritas yang relevan dengan pengendalian manajemen cukup berbeda dari beberapa organisasi terdahulu. Perbedaaan tersebut adalah : 1. Kepentingan hubungan pelanggan Produk dari perusahaan sekuritas adalah tidak tampak, dan mutunya sulit diukur. Isi kualitas prinsipnya adalah kemampuan professional perusahaan. Sikap langganan terhadap perusahaan terutama dipengaruhi oleh penilaian mereka tentang professional yang biasa berhubungan dengan mereka 2. Stars dan kerjasama tim Pelaku bintang struktur organisasi perusahaan sekuritas relative mempunyai tingkatan yang sedikit, dan hubungan antara atasan dan bawahan lebih bersifat informal dan tidak terstruktur. Bintang-bintang yang berdagang sekuritas biasanya dibantu professional lain, yang beberapa diantaranya merupakan bintang juga. Untuk suatu tugas yang penting, professional terdepan mungkin mengadopsi suatu tim yang bekerja pada suatu proyek, terkadang full time tapi lebih sering paruh waktu. 3. Kebutuhan akan aliran informasi yang cepat Banyak sekuritas dan komoditi yang didaftarkan pada bursa-bursa dunia yang masing-masing wilayah mempunyai zona waktu yang berbeda. Oleh karenanya perusahaan sekuritas menjalankan usaha perdagangan 24 jam per hari. Setiap trader mempunyai sebuah buku yang menunjukkan posisi perubahan pada masing-masing sekuritas dimana ia bertanggung jawab. Setiap trader juga mempunyai layer computer yang menunjukkan informasi tentang perkembangan seluruh dunia yang mungkin saja mempengaruhi harga. Pengembangan dan pemeliharaan system informasi pada perusahaan sekuritas merupakan fungsi yang sangat penting. 4. Fokus pada kinerja jangka pendek Perusahaan sekuritas cenderung memfokuskan pada kinerja jangka pendek, dan jangka pendek yang mereka maksudkan adalah kuartalan. Bukti merupakan kelas investor terbesar dan mereka mempunyai sedikit keuntungan pada kelas berjalan, karena tujuan meeka adalahj menyediakan dana untuk pembayaran yang harus dilakukan sepanjang waktu para pensiunan. Focus jangka pendek ada karena tidak seorang pun tau apa yang akan terjadi dimasa depan dan terutama karena bukti jangka pendek ini telah menjadi tradisi. 5. Pengukuran Kinerja Keuangan Kinerja keuangan perusahaan sekuritas dan manajer atau professional lainnya terutama diukur atas dasar pendapatan dan kedua berdasarkan laba kotor. Sedikit upaya yang diperlukan untuk mengukur laba bersih dari berbagai aktivitas atau perseorangan. 2.2.4 Perusahaan Asuransi Ada dua bentuk perusahaan asuransi yaitu asuransi jiwa dan asuransi kecelakaan. Perusahaan asuransi jiwa mengumpulkan premi dari pemegang polis, menginvestasikan premi ini, dan membayarkan sejumlah tertentu apabila pemegang polis meninggal. Seluruh kontrak asuransi jiwa biasanya memasukkan suatu tampilan investasi yakni bagian dari premi yang membawa pengembangan dari nilai kas polis tersebut. Perusahaan asuransi kecelakaan mengumpulkan premi, menginvestasikan, dan membayarkan kepad apemegang polis sejumlah kerugian tertentu. Masalah pengendalian manajemen dalam perusahaan asuransi khususnya asuransi jiwa adalah mereka tidak mengetahui laba dari penjualan polis saat ini sampai beberapa tahun berikutnya. Mereka membuat premi didasarkan estimasi terbaik dari aluran masuk dan keluaran dari polis tersebut. Walaupun laba tidak segera diketahui, manajemen tidak bias menunggu terlalu lama untuk menghasilkan keputusan pengendalian sehingga diperlukan informasi saat ini. Aktuaris menghitung suatu premi tentatif, dan premi akhir menunjukkan penilaian orang pemasaran tentang bagusnya polis tersebut dan premi yang dibebankan oleh pesaing. Perhitungan aktuaris mempertimbangkan faktor-faktor berikut : • Biaya akuisisi • Biaya pemberian jasa • Laba • Kemungkinan kehilangan • Pendapatan investasi • Kemungkinan pembayaran • Pajak penghasilan • Tingkat laba yang diinginkan Pengukuran kinerja penjualan lebih difokuskan pada volume penjualan dan tidak hanya sekedar tingkat laba. Komisi didasarkan atas premi tahun pertama atau awal tahun, atau atas jumlah polis yang tertulis. BAB III KESIMPULAN Pengendalian manajemen pada organisasi jasa berbeda bila dibandingkan dengan organisasi manufaktur. Hal ini disebabkan ketiadaan persediaan penyangga pada organisasi jasa, kesulitan mengukur kualitas, dan pada umumnya perusahaan jasa cenderung merupakan padat karya. System pengendalian manajemen pada organisasi jasa umumnya sama dengan system pengendalian manajemen pada organisasi dagang. Organisasi jasa keuangan berbeda dalam dua hal dibandingkan perusahaan lainnya. Pertama, bahan bakunya adalah uang. Kedua, tingkat laba dari banyak transaksi tidak bisa diukur hingga bertahun-tahun setelah komitmen yang dilakukan. Yang utama, perusahaan akan mendapat laba jika pendapatan masa depan diperoleh dari pinjaman saat ini, investasi, dan premin asuransi yang melebihi biaya dana yang berkaitan dengan pendapatan ini. Masalah pengendalian manajemen lebih kompleks dalam investasi perbankan, perdagangan sekuritas, dan beberapa organisasi lainnya karena fakta bahwa laba ataupun rugi bisa dihasilkan dari satu transaksi tunggal. Manajemen Risiko dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Perusahaan Konstruksi Posted on 17 Januari 2011 By. Afis pasita, Asrif yanto, Emmi fauzianti, Irna pebrindo & Jesisca sonya Pendahuluan Perusahaan Jasa Konstruksi Menurut Porter (1980) perusahaan adalah sekumpulan kegiatan yang dilaksanakan untuk merancang, memasarkan, mengantarkan, dan mendukung produknya. Tujuan suatu perusahaan adalah mempertahankan kelangsungan hidup, melakukan pertumbuhan, serta meningkatkan profitabilitas. Tiga tujuan tersebut merupakan pedoman arah strategis semua organisasi bisnis. Perusahaan yang tidak mampu bertahan hidup tidak akan mampu memberi harapan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Perusahaan yang kompetitif diindikasikan dengan adanya sumber daya manusia yang mempunyai keterampilan dan kecakapan kerja yang baik dan inovatif, sehingga perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam persaingan bebas. Selain itu harus mempertimbangkan kualitas kerja, memiliki kecepatan, menghasilkan produk yang efisien serta memperhatikan kepuasan pelanggan. Industri konstruksi merupakan suatu jenis Industri yang dapat dijadikan indikasi pergerakan roda ekonomi bersama dengan industry-industri yang lain. Industri konstruksi mempunyai sifat-sifat antara lain : 1.Berorientasi pada tenaga kerja 2.Cenderung komplek, banyak pihak yang terlibat 3.Jangka waktu pendek 4.Setiap proyek adalah unik 5.Dibangun dilapangan dan banyak dipengaruhi lingkungan sekitar 6.Banyak dipengaruhi oleh lokasi dan budaya setempat 7.Sering terjadi permintaan perubahan Selain itu industri konstruksi mempunyai karakteristik yang membedakannya dengan industri lain, yaitu : 1.Orang – orang yang terlibat dalam proyek seringkali bekerja secara sementara 2.Tiap proyek adalah unik dan perubahan kondisi mengurangi hasil yang ingin dicapai dari factor-faktor pendukung yang ada. 3.Keorganisasian bersifat sementara dan sebagai akibatnya tidak ada komitmen antara klien dan penyedia jasa untuk membangun ketrampilan tenaga kerja dan proyek. Industri konstruksi adalah industri yang mencakup semua pihak yang terkait dengan proses konstruksi termasuk tenaga profesi, pelaksana konstruksi dan juga para pemasok yang bersama-sama memenuhi kebutuhan pelaku dalam industri (Hillebrandt 1985). Dibandingkan dengan industri lain, misalnya industri pabrikan (manufacture), maka bidang konstruksi mempunyai karakteristik yang sangat spesifik, bahkan unik. Karakteristik usaha jasa konstruksi terdiri dari : 1. Produk jual sebelum proses produksi dimulai 2. Produk bersifat ”custom-made” 3. Lokasi produk berpindah-pindah 4. Proses produk berlangsung dialam terbuka 5. Penjualan produk dilakukan dialam terbuka 6. Proses produk melibatkan berbagai jenis peralatan berbagai klasifikasi dan kualifikasi tenaga kerja, serta berbagai tingkatan teknologi 7. Penawaran suatu pekerjaan konstruksi umumnya berdasarkan pengalaman melaksanakan pekerjaan sejenis Kata jasa konstruksi bermakna sangat luas, pada umumnya bidang-bidang jasa konstruksi meliputi : 1. Bidang perencanaan (design) 2. Bidang pelaksanaan (construction) 3. Bidang pengawasan (supervision/construction management) 4. Bidang pengelolaan lahan (property management 5. Bidang pengembangan lahan (developer) Identifikasi Bahaya Pelaksanaan konstruksi mempunyai risiko untung atau rugi yang sangat divergen yang semua baru dapat diketahui pada saat proyek selesai dilaksanakan secara tuntas. Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia proyek konstruksi di negara-negara berkembang, terdapat tiga kali lipat tingkat kematian dibandingkan dengan di negara-negara maju. Masalah umum mengenai K3 ini juga terjadi pada penyelenggaraan konstruksi. Tenaga kerja di sektor jasa konstruksi mencakup sekitar 7-8% dari jumlah tenaga kerja di seluruh sektor, dan menyumbang 6.45% dari PDB di Indonesia. Sektor jasa konstruksi adalah salah satu sektor yang paling berisiko terhadap kecelakaan kerja, disamping sektor utama lainnya yaitu pertanian, perikanan, perkayuan, dan pertambangan. identifikasi risiko tersebut dapat dilihat berdasarkan fakta bahwa : 1.Jumlah tenaga kerja di sektor konstruksi yang mencapai sekitar 4.5 juta orang, 2.Sebanyak 53% di antaranya hanya mengenyam pendidikan sampai dengan tingkat Sekolah Dasar, bahkan sekitar 1.5% dari tenaga kerja ini belum pernah mendapatkan pendidikan formal apapun. 3.Sebagai besar dari mereka juga berstatus tenaga kerja harian lepas atau borongan yang tidak memiliki ikatan kerja yang formal dengan perusahaan. Kenyataan ini tentunya mempersulit penanganan masalah K3 yang biasanya dilakukan dengan metoda pelatihan dan penjelasan-penjelasan mengenai Sistem Manajemen K3 yang diterapkan pada perusahaan konstruksi 4.Sumber daya manusia yang bersifat sementara selama proyek berlangsung, 5.Proyek bersifat unik karena tidak ada proyek yang sama satu dengan yang lain, 6.Keorganisasian proyek bersifat sementara. Sifat – sifat dalam proyek konstruksi ini berpotensi mengakibatkan terjadinya hal – hal yang tidak diinginkan menjadi resiko. Resiko tersebut ada dalam semua aspek yang membutuhkan perencanaan dan pengaturan , akan tetapi kompleksitas dan tingkat risiko dalam tiap-tiap pekerjaan sangat variatif tergantung seberapa besar pekerjaan dan bidang yang dijalankan. Resiko dan ketidak pastian ada dalam semua aspek pekerjaan konstruksi tanpa melihat ukuran , kompleksitas, lokasi, sumber daya , maupun kecepatan konstruksi suatu proyek . Hal yang terpenting bahwa persepsi terhadap resiko adalah factor kunci dalam membuat keputusan dan harus diperhitungkan dalam semua prosedur penilaian resiko yang harus dikelola. Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja Pada Proyek Konstruksi Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penilaian dapat dilakukan dalam hal penyebab utama kecelakaan kerja pada proyek konstruksi adalah : 1.Karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik, 2.Lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca, 3.Waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang tinggi, 4.Banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak terlatih. 5.Manajemen keselamatan kerja yang sangat lemah, akibatnya para pekerja bekerja dengan metoda pelaksanaan konstruksi yang berisiko tinggi. Risiko Kecelakaan Kerja Pada Proyek Konstruksi Pekerjaan-pekerjaan yang paling berbahaya adalah pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian dan pekerjaan galian. Pada ke dua jenis pekerjaan ini kecelakaan kerja yang terjadi cenderung serius bahkan sering kali mengakibatkan cacat tetap dan kematian. Jatuh dari ketinggian adalah risiko yang sangat besar dapat terjadi pada pekerja yang melaksanakan kegiatan konstruksi pada elevasi tinggi. Biasanya kejadian ini akan mengakibat kecelakaan yang fatal. Sementara risiko tersebut kurang dihayati oleh para pelaku konstruksi, dengan sering kali mengabaikan penggunaan peralatan pelindung (personal fall arrest system) yang sebenarnya telah diatur dalam pedoman K3 konstruksi. Jenis-jenis kecelakaan kerja akibat pekerjaan galian dapat berupa tertimbun tanah, tersengat aliran listrik bawah tanah, terhirup gas beracun, dan lain-lain. Bahaya tertimbun adalah risiko yang sangat tinggi, pekerja yang tertimbun tanah sampai sebatas dada saja dapat berakibat kematian. Di samping itu, bahaya longsor dinding galian dapat berlangsung sangat tiba-tiba, terutama apabila hujan terjadi pada malam sebelum pekerjaan yang akan dilakukan pada pagi keesokan harinya. Data kecelakaan kerja pada pekerjaan galian di Indonesia belum tersedia, namun sebagai perbandingan, Hinze dan Bren (1997) mengestimasi jumlah kasus di Amerika Serikat yang mencapai 100 kematian dan 7000 cacat tetap per tahun akibat tertimbun longsor dinding galian serta kecelakaan-kecelakaan lainnya dalam pekerjaan galian. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja berdampak ekonomis yang cukup signifikan. Setiap kecelakaan kerja dapat menimbulkan berbagai macam kerugian. Di samping dapat mengakibatkan korban jiwa. Pengelolaan risiko Sumber daya manusia didalam organisasi harus dikelola dengan baik, Pengelolaan sumber daya manusia dalam organisasi terdiri dari : 1.Pengadaan personil 2.Pengembangan personil melalui pelatihan dan pendidikan 3.Pemberian imbalan 4.Integrasi personil kedalam organisasi 5.Pemeliharaan terhadap personil yang ada 6.Pemberhentian personil Langkah-langkah yang dapat di tempuh dalam menanggulangi kecelakaan kerja di industri : 1. Peraturan Perundang-undangan. Untuk memperkecil risiko kecelakaan kerja, sejaka awal tahun 1980an pemerintah telah mengeluarkan suatu peraturan tentang keselamatan kerja khusus untuk sektor konstruksi, yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-01/Men/1980. Adanya ketentuan dan syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi. Penerapan semua ketentuan dan persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku semenjak tahap perencanaan. Penyelenggaraan pengawasan pelaksanaan K3 langsung di tempat kerja. 2. Standarisasi. Penyusunan standar tertentu yang bertalian dengan konstruksi dan keadaan yang aman dari peralatan industri, Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau alat pelindung diri. Dengan adanya standar K3 yang baik dan maju akan menentukan tingkat kemajuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 3. Inspeksi / Pengawasan. Pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka pemeriksaan dan pengujian terhadap keadaan tempat kerja, mesin, pesawat, alat dan instalasi, sejauh mana masalah ini masih memenuhi ketentuan dan persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). 4. R i s e t. Riset dapat meliputi antara lain : teknis, medis, psychologis dan statistik, yang dimaksudkan untuk menunjang tingkat kemajuan bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja sesuai perkembangan ilmu pengetahuan teknik dan teknologi. 5. Pendidikan dan Latihan. Dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran akan arti pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja, disamping meningkatkan kualitas pengetahuan dan ketrampilan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 6. P e r s u a s i. Pendekatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja secara pribadi dengan tidak menerapkan dan memaksakan melalui sangsi – sangsi. 7. A s u r a n s i. Dapat diterapkan misalnya dengan cara premi yang lebih rendah terhadap perusahaan yang memenuhi syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja mempunyai tingkat kekerapan (FR) dan Keparahan kecelakaan (SR) yang rendah di perusahaannya. Penanganan masalah kecelakaan kerja juga didukung oleh adanya UU No. 3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Berdasarkan UU ini, jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) adalah perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan uang sebagai pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat dari suatu peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, tua dan meninggal dunia. Jamsostek kemudian diatur lebih lanjut melalui PP No. 14/1993 mengenai penyelenggaraan jamsostek di Indonesia. Kemudian, PP ini diperjelas lagi dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. PER-05/MEN/1993, yang menunjuk PT. ASTEK (sekarang menjadi PT. Jamsostek), sebagai sebuah badan (satu-satunya) penyelenggara jamsostek secara nasional. Sebagai penyelenggara asuransi jamsostek, PT. Jamsostek juga merupakan suatu badan yang mencatat kasus-kasus kecelakaan kerja termasuk pada proyek-proyek konstruksi melalui pelaporan klaim asusransi setiap kecelakaan kerja terjadi. Melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-196/MEN/1999, berbagai aspek penyelenggaraan program jamsostek diatur secara khusus untuk para tenaga kerja harian lepas, borongan, Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia dan perjanjian kerja waktu tertentu, pada sektor jasa konstruksi. Karena pekerja sektor jasa konstruksi sebagian besar berstatus harian lepas dan borongan, maka KepMen ini sangat membantu nasib mereka. Para pengguna jasa wajib mengikutsertakan pekerja-pekerja lepas ini dalam dua jenis program jamsostek yaitu jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Apabila mereka bekerja lebih dari 3 bulan, pekerja lepas ini berhak untuk ikut serta dalam dua program tambahan lainnya yaitu program jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan. PENUTUP Dari uraian mengenai berbagai aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada penyelenggaraan konstruksi di Indonesia, dapat diambil kesimpulan bahwa bebagai masalah dan tantangan yang timbul tersebut berakar dari rendahnya taraf kualitas hidup sebagian besar masyarakat. Dari sekitar 4.5 juta pekerja konstruksi Indonesia, lebih dari 50% di antaranya hanya mengenyam pendidikan maksimal sampai dengan tingkat Sekolah Dasar. Mereka adalah tenaga kerja lepas harian yang tidak meniti karir ketrampilan di bidang konstruksi, namun sebagian besar adalah para tenaga kerja dengan ketrampilan seadanya dan masuk ke dunia jasa konstruksi akibat dari keterbatasan pilihan hidup. Permaslahan K3 pada jasa konstruksi yang bertumpu pada tenaga kerja berkarakteristik demikian, tentunya tidak dapat ditangani dengan cara-cara yang umum dilakukan di negara maju. Langkah pertama perlu segera diambil adalah keteladanan pihak Pemerintah yang mempunyai fungsi sebagai pembina dan juga “the biggest owner.” Pihak pemilik proyek lah yang memiliki peran terbesar dalam usaha perubahan paradigma K3 konstruksi. Dalam penyelenggaraan proyek-proyek konstruksi yang didanai oleh APBN/APBD/Pinjaman Luar Negeri, Pemerintah antara lain dapat mensyaratkan penilaian sistem K3 sebagai salah satu aspek yang memiliki bobot yang besar dalam proses evaluasi pemilihan penyedia jasa. Di samping itu, hal yang terpenting adalah aspek sosialisasi dan pembinaan yang terus menerus kepada seluruh komponen Masyarakat Jasa Konstruksi, karena tanpa program-program yang bersifat partisipatif, keberhasilan penanganan masalah K3 konstruksi tidak mungkin tercapai. DAFTAR PUSTAKA Warta Ekonomi, ”K3 Masih Dianggap Remeh,” 2 Juni 2006 Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 174/MEN/1986-104/KPTS/1986: ”Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi.” Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 384/KPTS/M/2004 ”Tentang Pedoman Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi Bendungan.” Hinze, J., and Bren, K. (1997). “The Causes of Trenching Related Fatalities and Injuries,” Proceedings of Construction Congress V: Managing Engineered Construction in Expanding Global Markets, ASCE, pp 389-398. Keppres RI No.22 Tahun 1993 ”Tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja.” King, R.W. and Hudson, R. (1985). “Construction Hazard and Safety Handbook: Safety.” Butterworths, England. Occupational Safety and Health Administration (Revisi 2000). “Occupational Safety and Health Standards for the Construction Industry” (29 CFR Part 1926) – U.S. Department of Labor. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER-01/MEN/1980 “Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan.” Peraturan Pemerintah RI No. 14 Tahun 1993 “Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.” Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja No.Kep. http://ariagusti.wordpress.com/2011/01/17/manajemen-risiko-dalam-keselamatan-dan-kesehatan-kerja-pada-perusahaan-konstruksi/ Manajemen Risiko sebagai Pilar Pendukung Ilmu Manajemen Seminar yang diadakan oleh IRPA (Indonesian Risk Professional Association) dan didukung BSMR (Badan Sertifikasi Manajemen Risiko), di Hotel Sari Pan Pasific, pada tanggal 29 September 2010, dimaksudkan sebagai ajang diskusi dan sosialisasi dengan kalangan Akademisi (Perguruan Tinggi). Seminar ini sekaligus menjadi forum diskusi untuk lebih memahami tentang BSMR, karena dari hasil kunjungan ke beberapa daerah, terlihat bahwa dari kalangan akademisi, ilmu Manajemen Risiko telah banyak dilaksanakan di beberapa Perguruan Tinggi, dari yang sebatas merupakan mata kuliah pilihan, sampai ada yang telah menjadi mata kuliah wajib di S1, S2 maupun S3 sejak 5 (lima) tahun yang lalu. Pertemuan ini dapat dikatakan sebagai kick off meeting, yang akan ada kelanjutannya. Awal mula munculnya pemahaman bahwa manajemen risiko harus lebih dipahami, menjadi bagian suatu industri agar tata kelola industri tersebut menjadi lebih baik, dipicu oleh krisis ekonomi yang melanda negeri Indonesia. Pada saat krisis ekonomi tahun 97/98 menerpa Indonesia, para asosiasi mulai duduk bersama, yang anggotanya antara lain, terdiri dari Akademisi, Bankers, Professional, untuk menilai mengapa krisis di Indonesia yang merupakan bagian dari krisis global, hasilnya lebih parah dibanding Negara lain? Dari hasil diskusi ini kemudian disimpulkan, bahwa : 1) Krisis terjadi karena kurangnya praktek dan pemahaman tentang GCG (Good Corporate Governance), 2) Kurangnya modal, 3) Kurang memahami Manajemen Risiko. Dari kesimpulan ini dapat dipahami mengapa akibat krisis tersebut di Indonesia sangat parah, sehingga diperlukan perbaikan-perbaikan. Kemudian Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia pada tahun 2003, yang mengharuskan agar setiap Bank mempunyai Satuan Kerja yang terdiri dari satuan pekerja (SDM) yang kompeten dalam Manajemen Risiko. Kompetensi Manajemen Risiko ini perlu dilakukan standarisasi untuk para banker. Pada perkembangan selanjutnya, disadari bahwa Manajemen Risiko ini memang perlu dilakukan pada bidang atau industri apapun, bahkan juga di bidang pendidikan. Pada saat ini, sebagian besar perusahaan atau korporasi telah memahami pentingnya melaksanakan penerapan Manajemen Risiko dan ERM (Enterprise Risk Management). ERM (Enterprise Risk Management), merupakan kerangka kerja yang komprehensif dan terintegrasi dalam manajemen risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, serta economic capital dan risk transfer guna memaksimalkan nilai perusahaan (James Lam). Manajemen Risiko adalah “serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan sebuah organisasi dalam mencapai sasarannya.” Tujuannya, adalah menjaga agar aktivitas operasional dan penerapan program kerja perusahaan tidak menimbulkan kerugian yang melebihi kemampuannya untuk menyerap kerugian tersebut, atau membahayakan kelangsungan hidup perusahaan. Manfaat Manajemen Risiko: 1. Ketahanan terhadap krisis, stabilitas, dan kelangsungan hidup perusahaan. 2. Mengurangi surprise dan fluktuasi keuangan dan operasional 3. Menambah nilai perusahaan melalui peningkatan kualitas putusan strategis 4. Mendorong peningkatan inovasi dan kreativitas (produk, pelayanan dan jasa) 5. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya perusahaan. 6. Memastikan aspek kepatuhan dan enforcement. 7. Membuka peluang perusahaan karena fleksibilitas proses strategic management. 8. Memenuhi akuntabilitas keuangan dan memperkuat kinerja. 9. Meningkatkan reputasi. Pada sesi diskusi, dilakukan diskusi kelompok antara para peserta, untuk mendiskusikan berbagai hal dalam rangka kerja sama lanjutan, apa saja yang sangat penting dilakukan sebagai tindak lanjut dari acara ini. Dalam hal ini Perguruan Tinggi menyambut baik tawaran kerjasama, agar ilmu manajemen risiko yang diberikan di Universitas, tidak sekedar teori, namun dapat diaplikasikan dilapangan. Disadari, bahwa ilmu Manajemen Risiko sangat erat kaitannya dengan sektor riil, dan saat ini Perbankan telah memulai dengan pemberlakuan penerapan Manajemen Risiko, yang mengharuskan agar setiap Bank mempunyai Satuan Kerja yang terdiri dari satuan pekerja (SDM) yang kompeten dalam Manajemen Risiko.