Pages

Thursday, December 20, 2012

politik

A. Pendahuluan Etika politik ialah cabang dari filsafat politik. Oleh karna itu baik buruknya perbuatan atau perilaku politik yang dinilai dalam rangka elit politik penilaiannya berdasarkan filsafat politik yang bersangkutan. Etika politik komunisme menilai baik buruknya perbuatan atau perilaku-perilaku politik berdasarkan filsafat politik komunisme. Etika politik facisme berdasarkan filsafat politik facisme dan etika politik demokrasi berdasarkan etika politik pancasila, yang sudah barang tentu menilai baik buruknya perbuatan atau perilaku politik berdasarkan filsafat politik pancasila. B. Filsafat Politik Pancasila dan Etika Politik Pancasila Apakah filsafat politik pancasila itu? Filsafat politik pancasila adalah seperangkat keyakinan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dibela dan diperjuangkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasila. Tak perlu diragukan lagi bahwa bagi bangsa dan negara Indonesia Filsafat Politik politiknya adalah Filsafat Politik Pancasila sekalipun adakalinya cara bangsa Indonesia bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidak sejalan dengan pancasila , dan bahkan pernah pula bertentangan dengan pancasila sekalipun, namun yang diukur dan diusahakan bahwa seperangkat keyakinan bermasyarakat berbangsa dan bernegara bagi masyarakat bangsa dan negara Indonesia adalah pancasila. Atau singkat kata pancasila adalah filsafat politik masyarakat, bangsa dan negara Indonesia. Penjelasannya adalah sebagai berikut: pancasila merupakan bawaan kodrat manusia Indonesia, bagi bangsa Indonesia, manusia diseluruh dunia, khususnya manusia Indonesia memiliki sifat kodrat monodualis sebagai individu dan sebagai makhluk sosial sekaligus jadi yang bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia itu adalah makhluk dengan sifat kodratnya yang demikian itu bersamaan dengan itu manusia Indonesia dan juga manusia pada umumnya diseluruh dunia dihadapan Tuhan Yang Maha Kuasa mempunyai kedudukan kodrat yang monodualis pula, yaitu sebagai pribadi yang mandiri dan sebagai makhluk Tuhan sekaligus. Manusia yang demikian itu tersusun atau tersenyawa secara kordat pula, yaitu jasmani dan rohani. Dikatakan bawaan kodarat manusia Indonesia, karena “demikianlah manusia Indonesia itu “maka” demikian pulalah pancasila”. Manusia Indonesia (dan juga pada umumnya manusia diseluruh dunia) itu adalah “seperti itu”, “maka” seperti itu pulalah” pancasila itu. Manusia Indonesia memiliki tiga hubungan kodrat kemanusiaan selengkapnya, maka dari itu Pancasila adalah asas hidup yang berpangkal pada tiga hubungan kodrat kemanusiaan selengkapnya. Mengulangi apa yang telah diuraikan dan membandingkannya dengan filsafat politik komunisme, demokrasi, facisime, maka kita peroleh perbandingan sebagai berikut : 1.1 Apabila filsafat politik komunisme memandang seorang individu manusia hanyalah sekedar nomor dalam negara dalam keseluruhan hidup bersama sebagai masyarakat yang menegara, kedudukan individu tidaklah penting dan yang penting adalah kehidupan berasama yang menegara, maka filsafat ilmu pancasila beraliran bahwa secara kodrati manusiaadalah makhluk individu – sosial sekaligus dan ini berarti bahwa aspek individu dan aspek sosial manusia itu sama saja pentingnya sedangkan manusianya sendiri itu satu. 1.2 Apabila filsafat politik demokrasi memandang individu manusia teramat penting, sedangkan kehidupan bersama yang merupakan masyarakat yang menegara adanya sebagai akibat adanya perjanjian kemasyarakatan bersama untuk kehidupan menegara demi kepentingan individu – individu yang menjadi warganya, sebagai individu adalah nomor satu pentingnya sedangkan masyarakat yang menegara adalah penting yang nomor dua, maka filsafat politik pancasila berkeyakinan bahwa secara kodrati manusia adalah makhluk individu-sosial sekaligus dan ini berarti aspek individu dan aspek sosial itu sama saja pentingnya, tetapi manusianya sendiri itu adalah satu. 1.3 Apabila filsafat politik facisme memandang manusia hanya sebagai unsur dari kebersamaan masyarakat manusia yang berwujud negara, sedangkan negara yang mengatur dan menentukan segala-galanya (sebagai subjek) dan individu bukanlah subjek melainkan hanya objek, maka filsafat politik pancasila berkeyakinan bahwa manusia adalah subjek sekaligus objek. Individu manusia adalah subjek hukum yang memiliki negara dan hukum itu, tetapi bersama dangan itu individu manusialah yang dikenal aturan hukum tersebut dan taat kepada aturan hukum negara tanpa kecualinya. Dalam bertindak sebagai pemberi suara dalam pemilihan umum, individu warga negara adalah subjek. Sedangkan didalam menjalankan sesuatu, menjalnkan kendaraan atau mendirikan rumah misalnya, ia tidak boleh semau-maunya karena ia harus tunduk dan taat pada peraturan hukum negara. Demikianlah negara kita adalah negara demokrasi pancasila maka demokrasi kita juga dinamakan demokrasi monodualis. Suatu negara demokrasi dimana manusia sebagai individu dan maklhuk sosial sekaligus. Jadi berbedadengan demokrasi barat dan berbeda pula dengan demokrasi rakyat (komunisme) uni sovyet dahulu. Bagaimanakah etika politik pancasila? Rumusan etika politik pancasila dengan demikian dapat disusun sebagai berikut : etika politik pancasila merupakan cabang dari filsafat politik pancasila, yang menilai baik buruknya perbuatan atau perilaku politik berdasarkan filsafat politik pancasila. Sedangkan filsafat poltik pancasila adalah seperangkat keyakinan yang didalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara manusia Indonesia yang berdasarkan pancasila. Sekarang jelaslah sudah bahwa filsafat politik pancasila adalah filsafat politik negara pancasila, yang memfungsikan pancasila sebagai dasar filsafatnya dan sebagai ideologinya. Etika politik pancasila menilai baik buruknya perilaku politik dan tindakan-tindakan atau perbuatan politik dari sudut pandang pancasila sebagai dasar filsafat negara dan sebagai ideologi negara republik Indonesia. Masalah – masalah politik amat banyak jumlah dan macamnya namun dapat digolongkan menjadi : 1. Sistem pemerintahan 2. Hak – hak dasar warga negara 3. Hubungan pemerintah negara dangan warga negara 4. Hubungan negara dengan dunia internasional 5. dll. C. Pengertian nilai, norma dan moral 1. Pengertian Nilai Nilai atau “Value” Dalam bahasa inggris termasuk dalam kajian filsafat. Istilah nilai daidalam filsafat dipakai untuk menunjukan kata bneda abstrak yang artinya “keberhagaan” (worth) atau “kebaikan” (goodness) dan kata kerja yang artinya suatu tindkan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian, (frankena, 229). Nilai itu hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu. Misalna bunga itu indah, perbuatan itu susila. Indah, susila alah sifat atau kualitas yang melekat pada bunga dan perbuatan. Dengan demikian nilai itu suatu kenyataan yang “tersembunyi” dibalik kenyataan-kenyataan lainnya. Ada nilai itu karena adanya kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai (wartrager). Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatau yang lain, kemudian untuk selanjutnya diambil kepeutusan. Keputusan merupakan nilai yang dapat menyatakan baik atau tidak baik, berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, indh atau tidak indah. Sesuatu dikatakan bernialai apabila sesuatu itu berharga, berguna, berguna, benar, indah, baik dan lain sebagainya. 2. Hierarki Nilai Terdapat berbagi macam pandangan tentang nilai hal ini bergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya. Menurut Max Sceler mengemukakan bahwa nilai-nilai yang ada, tidak sama luhurnya dan sama tingginya. Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat dile;ompokkandalam tingkatan sebagi berikut : 1. 1. Nilai-nilai kinikmatan 2. nilai-nilai kehidupan 3. nilai-nilai kejiwaan 4. nilai-nilai kerohanian Walter g. Everet menggolongkan nilai-nilai manusiawi kedalam delapan kelompok yaitu: 1. Nilai-nilai ekonomis 2. Nilai-nilai Kejasmanian 3. Nilai-nilai hiburan 4. Nilai-nilai sosial 5. Nilai-nilai watak 6. Nilai-nilai estesis 7. Nilai-nilai intelektual 8. Nilai-nilai kegamaan. Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu: 1. nilai material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia, atau kebutuhan material ragawi manusia. 2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan aktivitas. 3. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia nilai kerohanian in dapat dibedakan atas empat macam : a) Nilai Kebenaran, yang bersumber pada akal (ratio, budi cipta) manusia b) Nilai keindahan tau nilai estesis, yang bersumber pada unsur perasaan (esthetis, gevoel, rasa manusia c) Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak (will, Wollen, karsa) manusia d) Nilai religius, yang merupakan nilai kerokhanian tertinggi dan mutlak nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia. D. Nilai dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis Dalam kaitannya dalam penjabarannya, maka nilai-nilai dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu nilai dasar, nilai instrumen, nilai praksis. a) Nilai Dasar Walaupun memiliki sifat abstrak artinya tidak dapat diamati melalui indra manusia, namun dalam realisasinya nilai berkaitan dengan tingkah laku atau segala aspek kehidupan manusia yang bersifat nyata (praksis) namun demikian setiap nilai memiliki nilai dasar (dalam bahasa ilmiahnya disebut onotologis), yaitu merupakan hakikat, esensi, intisari atau makna yang terdalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar ini bersifat universal karena menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu misalnya hakikat Tuhan, manusia tau segala sesuatu lainnya. b) Nilai Instrumental Nilai intrumental merupakan suatu pedoman yang dapat diukur dan dapat diarahkan. Bilamana nilai intumrntal tersebut berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari maka hal itu akan merupakan suatu norma moral. Namun jikalau nilai instrumental itu berkaitn dengan suatunorganissi atau negara maka nilai-nilaiinstrumental itu merupakan suatu arahan, kebijaksanaan strategi yang bersumber pada nilai dasar. Sehingga dapat juga dikatakkan bahwa nilai instrumental itu merupakan suatu eksplisitsi dari nilai dasar. c) Nilai Praksis Nilai Praksis pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam suatu kehidupan yang nyat. Sehingga nilai praksis ini merupakan perwujudan dari nilai instrumrntal itu. Dapat juga dimungkinkan berbeda-beda wujudnya, namun demikian tidak bisa menyimpang atau bahkantidak bertentangan. Artinya oleh karena nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis itu merupakna suatu sisitem perwujudannya tidak boleh menimpang dari sistem tersebut 3. Hubungan Nilai, Norma dan Moral Sebagimana telah dijelaskan diatas bahwa nilai adalah kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, bik lahir maupun batin. Nilia berbeda dengan fakta dimana fakta dapat diobservasi melalui suatu verfikasi empiris, sedangkan nilai bersifat abstrak yang hanya dapat dipahami, dipikirkan dimengerti dan dihayati manusia. Nilai berkaitan juga dengan harapan dan cita-cita dan nilai tidakk bersifat konkrit yaitu tidak dapat ditangkap dengan indra manuisa, dan nilai dapat bersifat subjektif maupun objektif. Agar nilai tersebut menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia, maka perlu lebih dikongkitkan lagi serta diformulasikan menjdi lebih objektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam tingkah laku secara kongkrit. Maka wujud yang lebih kongkrit dari nilai tersebut adalah merupakan suatu norma. D. Kesimpulan Sebagai dasar Filsafat negara Pancasila tidak hanya merupakn sumber derivasi peraturan perundang-undangan, melainkan juga merupakan sumber moralitas terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan, hokum serta berbagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” serta sila kedua “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab” adalah merupakan sumber nilai-nilai morasl bagi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Dalam pelaksanaan dan penelenggaraan negara, etika politik agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan 1. asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku 2. disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokratis) 3. dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral atau tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral) (lihat Suseno, 1987 : 115) Pancasila sebagai suatu system filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan yang menyangkut publik, pembagiaan serta kewenangan harus berdasarkan legitimasi moral (sila I) serta moral kemanusiaan (sila II). Hal ini ditegaskan oleh Hatta takkala mendirikan negara, bahwa negara harus berdasarkan moral Ketuhanan dan moral Kemanusiaan agar tidak terjerumus kedalam machtstaats atau negara kekuasaan DAFTAR PUSTAKA

0 comments:

Post a Comment