Pages

Friday, July 15, 2011

kebijakan pemerintah terhadap pupuk


EFEKTIFITAS KEBIJAKAN DISTRIBUSI PUPUK DAN
PENGADAAN BERAS


I. PENDAHULUAN
     operasi merupakan lembaga dimana orang-orang yang memiliki kepentingan relatif homogen, mau bersatu dalam suatu wadah untuk meningkatkan kesejahteraannya. Konsepsi demikian mendudukkan koperasi sebagai badan usaha yang cukup strategis bagi anggotanya, dalam mencapai tujuan-tujuan ekonomis yang pada gilirannya berdampak kepada masyarakat secara luas. Di sektor pertanian misalnya, peranserta koperasi di masa lalu cukup efektif untuk mendorong peningkatan produksi khususnya di subsektor pangan. Selama era tahun 1980-an, koperasi terutama KUD mampu memposisikan diri sebagai lembaga yang diperhitungkan dalam program pengadaan pangan nasional. Ditinjau dari sisi produksi pangan khususnya beras, peran signifikannya dapat diamati dalam hal penyaluran prasarana dan sarana produksi mulai dari pupuk, bibit, obat-obatan, RMU sampai dengan pemasaran gabah atau beras. Sementara itu, di dalam negeri telah terjadi berbagai perubahan seiring dengan berlangsungnya era globalisasi dan liberalisasi ekonomi, kondisi tersebut membawa konsekuensi serius dalam hal pengadaan bahan pangan. Secara konseptual liberalisasi ekonomi dengan menyerahkan kendali roda perekonomian kepada mekanisme pasar, yang belum tentu secara otomatis berpihak kepada komunitas ekonomi lemah atau kecil. Kondisi yang demikian berlangsung juga di sektor pangan, terutama diperkirakan karena belum tertatanya sistem produksi dan distribusi dalam mengantisipasi perubahan yang terjadi. Semula peran Bulog sangat dominan dalam pengadaan pangan dan penyangga harga dasar, tetapi sekarang setelah tiadanya paket skim kredit pengadaan pangan melalui koperasi dan dihapuskannya skim kredit


 

Kaasubid  Kelembagaan Koperasi dan Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKM
pupuk bersubsidi maka pengadaan pangan hampir sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar. Sebagai dampaknya, peran koperasi dalam pembangunan pertanian dan ketahanan pangan semakin tidak berarti lagi. Bahkan sulit dibantah apabila terdapat pengamat yang menyatakan, bahwa pemerintah tidak lagi memiliki konsep dan program pembangunan koperasi yang secara jelas memposisikan koperasi dalam
mendukung ketahanan pangan nasional. Sebelum masa krisis (tahun 1997) terdapat sebanyak 8.427 koperasi yang menangani ketersediaan pangan, sedangkan pada masa krisis (tahun 2000) terjadi penurunan menjadi 7.150 koperasi (Kementerian Koperasi dan UKM, 2003). Fakta ini mengungkap berkurangnya jumlah dan peran koperasi dalam bidang pangan, meskipun begitu beberapa koperasi telah melakukan inovasi model-model pelayanan dalam bidang pangan seperti bank padi, lumbung pangan, dan sentra-sentra pengolahan padi. Fakta lain menunjukkan bahwa selama tiga tahun terakhir (tahun
2001–2003), terdapat kesenjangan antara produksi padi dengan kebutuhan konsumsi yang harus ditanggulangi dengan impor. Akibatnya, ketahanan pangan di dalam negeri dewasa ini menghadapi ancaman keterpurukan yang cukup serius
2. PERUMUSAN MASALAH
Pembatasan masalah dilakukan agar permasalahan tetap berada pada lingkup yang sesuai serta selalu terarah, diperlukan beberapa pertanyaan yang membatasi masalah ini, sehingga dapat dicapai solusi yang tepat pada pokok permasalahan .
3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIN
      1.  Menganalisis efektifitas penyaluran pupuk dan pengadaan gabah/beras sesuai
             perubahan kebijakan pemerintah
2.       Menganalisis dampak perubahan kebijakan tersebut terhadap penyediaan gabah/beras dan daya dukung koperasi dalam menunjang ketahanan pangan. Sejalan dengan tujuan kajian,
maka ruang lingkup kajian mencakup beberapa aspek antara lain :
 1.  Distribusi pupuk dari produsen hingga ke konsumen sesuai perubahan kebijakan
      yang ada;
 2.  Pelayanan koperasi dalam kegiatan pengadaan gabah/beras petani;
 3.   Kinerja kelembagaan koperasi dalam ketahanan pangan nasional.
4. KERANGKA PEMIKIRAN
Ketahanan pangan dipandang sebagai hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional untuk membentuk manusia Indonesia berkualitas, mandiri, dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diwujudkan ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi dan beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli masyarakat (Dewan Ketahanan Pangan, 2002). Ketahanan pangan menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996, diartikan sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan /atau pembuatan makanan atau minuman. Beras hingga kini masih merupakan salah satu komoditi pangan pokok bagi masyarakat Indonesia dan merupakan komoditi strategis bagi pembangunan nasional. Pengalaman pada periode-periode awal pembangunan di tanah air menunjukkan
bahwa kekurangan beras sangat mempengaruhi kestabilan pembangunan nasional. Bahkan hingga kini, bukan saja pada tingkat nasional, daerah, dan rumahtangga tetapi juga tingkat internasional dimana terlihat besarnya dampak yang ditimbulkan akibat kekurangan persediaan pangan beras. Dalam rangka menghindari dan sekaligus mengatasi akibat kekurangan bahan pangan terutama beras, tidaklah mengherankan jika pemerintah mengambil langkahlangkah kebijakan dengan melibatkan sejumlah besar Departemen dan instansi pemerintah untuk ketersediaan dan mendorong ketahanan pangan di Dalam Negeri. Departemen Koperasi adalah salah satu departemen yang sejak lama telah ditugaskan untuk menangani dan menyeleggarakan persediaan pangan khususnya beras bagi masyarakat. Dengan tanggung jawab ini dan disertai dukungan pemeritah, Departemen Koperasi telah menumbuh-kembangkan kegiatan usaha dan bisnis koperasi di tengah masyarakat. Usaha koperasi yang sudah berjalan, telah menjangkau berbagai kegiatan usaha golongan ekonomi lemah dan telah berkembang luas ke berbagai pelosok Tanah Air. Sejumlah fakta menunjukkan bahwa keberadaan organisasi koperasi di sektor pertanian diakui atau tidak sangat membantu petani dalam proses produksi pangan baik padi maupun palawija. Keberhasilan program Bimas dan Inmas di masa lalu tidak terlepas dari peranserta koperasi/KUD sejak dari penyediaan prasarana dan sarana produksi sampai dengan pengolahan hingga pemasaran produk. Meskipun demikian kini terjadi perubahan seiring berlangsungnya era globalisasi dan liberalisasi ekonomi. Untuk lebih mendorong dan mempercepat pencapaian ketahanan pangan, pemerintah kini telah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk penyaluran pupuk dan pengadaan beras. Pengambilan kebijakan ini dianggap perlu untuk mempermudah ketersediaan pupuk di lokasi petani dan penggunaannya dengan harga terjangkau, serta pengadaan gabah/beras yang menjamin persediaan Dalam Negeri. Diharapkan dengan kebijakan ini petani dapat meningkatkan produksi gabah mereka yang berarti pada satu sisi menjamin persediaan gabah/beras di dalam Negeri dan pada sisi lain meningkatkan income mereka. Sementara di sisi pengadaan, dengan kewenangan luas yang diberikan kepada beberapa lembaga untuk terlibat dalam pengadaan pangan akan menjamin stabilitas persediaan Dalam Negeri, antara lain Departemen Pertanian dan Perum
Bulog. Secara umum, tujuan kebijakan yang diambil adalah baik, tetapi beberapa konsekuensi kini mulai muncul. Sebagai contoh, kebijakan penyaluran pupuk (Kepmen Perindag Nomor : 356/MPP/KEP/5/2004) memberikan kewenangan pada pihak-pihak swasta dan koperasi/KUD sebagai penyalur/pengecer pupuk ke konsumen. Berbeda dengan kebijakan sebelumnya (Kepmen Perindag Nomor : 378/MPP/KEP/8/1998), kebijakan baru ini tidak lagi memberikan kewenangan penuh kepada koperasi/KUD untuk menyalurkan pupuk, yang berarti peran koperasi/KUD dalam penyaluran pupuk kini menurun. Perubahan kebijakan ini memiliki konsekuensi dalam jangka pendek mengganggu sistem distribusi pupuk yang selanjutnya mengganggu ketersediaan pupuk bagi para petani. Kekurangan ketersediaan pupuk akan mengganggu produksi gabah petani. Kekurangan ketersediaan pupuk dan penurunan produksi gabah merupakan dua aspek yang saling mengikat. Karena itu kekurangan pupuk sudah tentu mengancam produksi petani, dan selanjutnya kekurangan beras mengancam ketahanan pangan yang akan berlanjut pada akibat kerawanan sosial. Penurunan produksi petani berarti juga penurunan pendapatan mereka dan menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan petani menurun. Secara nasional, penurunan produksi beras di satu sisi dan peningkatan permintaan beras di sisi lain akan membuka kran impor. Dalam jangka pendek impor beras berguna mengatasi kekurangan persediaan dalam negeri, tetapi dalam jangka panjang menguras sumberdaya domestik (menguras
devisa) dan melemahkan stabilitas nasional. Konsekuensi perubahan kebijakan yang mengganggu sistem distribusi pupuk akan terlihat pada ketidaklancaran distribusi pupuk itu sendiri. Pemberian kebebasan kepada berbagai pihak untuk menyalurkan pupuk di satu sisi sementara di sisi lain pupuk sendiri merupakan “input/barang publik”, akan merugikan individu masyarakat (petani) yang menggunakannya. Hal ini muncul disebabkan karena terjadi monopoli dan tindakan-tindakan lainnya untuk mengambil keuntungan sendiri dan merugikan para pelaku lain. Hal ini nyata dan telah dirasakan oleh petani yang kesulitan mendapat pupuk dengan harga di atas HET. Di sisi lain koperasi/KUD yang terkena dampak kebijakan tersebut telah menghadapi kondisi “idle capacity.” Indikasi idle capacity koperasi juga terlihat pada penurunan jumlah koperasi yang berfungsi melayani kegiatan pengadaan pangan. Keseluruhan konsekuensi ini menunjukkan bahwa perubahan suatu kebijakan
dapat menguntungkan sebagian pelaku tetapi juga merugikan pelaku lain. Just et al (1982) mengatakan intervensi pemerintah ke pasar melalui suatu kebijakan yang bertujuan membantu salah satu pelaku (produsen atau konsumen) tidak selamanya membuat pasar menjadi seimbang (menguntungkan kedua pihak). Ketidakseimbangan pasar ini muncul sebagai akibat perubahan perilaku setiap pelaku dalam merespon perubahan yang terjadi di pasar. Perubahan perilaku para pelaku pasar terlihat dari berubahnya keputusan-keputusan mereka dan teridentifikasi dalam aspek-aspek seperti terjadi excess demand dan shortage supply atau sebaliknya, harga pasar yang meningkat atau menurun, serta peningkatan atau penurunan fungsi kedua pelaku beserta lembaga yang membawahinya. Selalu terdapat konsekuensi dari intervensi pemerintah ke pasar melalui kebijakan yang diambil, tetapi yang terpenting adalah tujuan yang hendak dicapai. Jika tujuannya adalah peningkatan produksi untuk menjaga stabilitas ketersediaan pangan dalam negeri, maka pemerintah harus menyediakan anggaran/biaya untuk mengkompensasi konsekuensi yang timbul akibat perubahan kebijakan yang diambil itu. Anggaran/biaya dimaksud disebut sebagai biaya pengadaan produksi pangan. Kompensasi ini memiliki arti ada resiko yang harus dibayar sebagai akibat kesalahan pengambilan kebijakan. Dengan demikian, jika kebijakan distribusi pupuk yang diambil teridentifikasi sangat kuat mengancam produksi petani (karena petani sebagai pelaku utama supply side) maka secara substansial kebijakan tersebut tidak layak. Mempelajari perilaku para pelaku pasar yakni koperasi/KUD dan nonkoperasi (swasta) dalam distribusi pupuk, akan diketahui keputusan-keputusan yang mereka ambil. Dapat juga diketahui seberapa besar penawaran dan permintaan pupuk pada masing-masing pihak, apakah terjadi excess demand dan excess supply pupuk, dan seberapa besar harga pupuk di pasar berada di atas HET. Apakah penyaluran pupuk oleh masing-masing pelaku sampai ke tangan petani sesuai prinsip enam tepat? Juga dapat dibandingkan pelaku mana yang menyalurkan pupuk sesuai tujuan kebijakan distribusi pupuk. Ketimpangan peran koperasi akibat idle capacity yang dialami berpeluang mengganggu pencapaian ketahanan pangan. Hal ini disebabkan karena :
(1) koperasi berperan dalam pembinaan produksi gabah petani (secara tidak
      langsung melalui penyaluran pupuk),
 (2) koperasi melakukan pengadaan dan pengolahan gabah/beras petani, dan
 (3) koperasi menyalurkan beras kepada konsumen.
Mengenai pembinaan produksi, koperasi membawahi sekian banyak petani sehingga penyaluran pupuk yang tepat akan memberikan jaminan bagi produksi petani. Dalam pengadaan dan pengolahan gabah/beras, sering terjadi surplus produksi disaat panen raya yang menyebabkan harga gabah jatuh, dan kualitas gabah rendah seiring musim penghujan di saat panen. Untuk menjamin nilai tukar petani, mengatasi penurunan kualitas gabah/beras, dan menjamin bahwa surplus gabah tersebut aman untuk tersedia dengan kualitas dan kuantitas yang dikehendaki bagi ketahanan pangan, koperasi hadir dengan perannya. Koperasi telah mengembangkan model bank padi, lumbung pangan, dan sentra-sentra pengolahan padi yang berfungsi mengatasi kesulitankesulitan petani memasuki mekanisme pasar dan menjamin pengadaan gabah/beras bagi ketahanan pangan. Jika model ini disandingkan dengan distribusi beras kepada konsumen, kemungkinan akan dicapai jalur distribusi yang mantap dan menjamin beras tersedia dengan kualitas, kuantitas, dan harga terjangkau bagi masyarakat. Ini adalah model yang kontradiktif dengan model mekanisme pasar. Mekanisme pasar dalam beberapa hal mungkin unggul tetapi ia sangat dekat dengan prinsip “profit maximization” dan mengabaikan “fungsi-fungsi sosial”. Beras merupakan komoditi strategis bagi ketahanan nasional dan juga sebagai komoditi publik dimana jika dilepaskan ke dalam mekanisme pasar maka akibat yang merugikan masyarakat luas akan segera muncul. Akibat kebijakan tersebut antara lain harga tinggi, suplai menjadi langka, dan akses masyarakat luas untuk menikmatinya akan terbatas. Sehubungan dengan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, maka dalam penelitian ini mengkaji dan menganalisis model mana yang terbaik bagi tujuan ketahanan pangan nasional sangatlah diperlukan. Mengutamakan sumberdaya dalam negeri adalah prioritas utama, dan bukanlah mencari alternatif untuk bergantung seluruhnya pada kekuatan impor. Betapapun kuatnya kita mengimpor untuk ketahanan pangan akan sangat beresiko jika pasar pangan dunia mengalami goncangan. Pasar pangan dunia layaknya juga seperti pasar pangan dalam negeri yang sewaktu-waktu mengalami goncangan. Karena itu adalah bijaksana jika ketahanan itu dibangun berdasarkan kekuatan dalam negeri. Dengan membangun sebuah model yang menjelaskan fenomena di atas dan menganalisisnya secara kuantitatif akan terlihat sebesar apa koperasi berperan dalam pengadaan pangan khususnya gabah/beras

Bila kita lihat dari atas maka diambil kesimpulan sebagai kerangka teori







5. METODE PENELITIAN
 1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Propinsi Sumatera Barat sebagai daerah produsen dan konsumen pangan. Penelitian dilaksanakan dari bulan oktober hingga november 2010
2. Metode Penarikan Contoh
Penarikan contoh (sample) kajian dilakukan dengan metode Purposive Sampling. Dipilih beberapa kabupaten contoh yang dominan menyelenggarakan pengadaan pangan. Dari kabupaten terpilih, dipilih beberapa KUD dan Non- Koperasi yang dominan melakukan kegiatan distribusi pupuk dan pengadaan gabah/beras beserta para petani yang terkait dengannya. Secara umum, pengambilan contoh terpilih adalah sesuai data Tabel 1.
Responden penelitian ini adalah pengurus KUD, perusahaan swasta, anggota KUD, dan petani non-anggota KUD. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer akan diperoleh dari para responden melalui wawancara langsung dengan menggunakan Daftar Pertanyaan yang telahdisusun secara terstruktur. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari BPS daerah, Dinas Koperasi tingkat propinsi dan kabupaten, lembaga/instansi penyalur pupuk, dan lembaga-lembaga di daerah yang telah melaksanakan model-model pengadaan pangan. Untuk memperoleh hasil analisis yang baik, penelitian ini akan menggunakan gabungan data (pool data) yakni data cross-section dan data timeseries. Data cross-section mengukur sebuah variabel pada suatu waktu tertentu untuk fakta-fakta atau identitas yang memang berbeda. Sedangkan data timeseries atau data deret waktu mengukur sebuah variabel tertentu selama beberapa periode waktu berturut-turut (Intriligator et al, 1996). Penggunaan pool data ini mutlak diperlukan mengingat aspek-aspek yang dikaji dalam penelitian ini mengandung perbedaan antar pelaku (sesuai lokasi) dan perbedaan antar waktu terkait ketahanan pangan dan peran koperasi di waktu lalu, kini, dan waktu yang akan datang.




Tabel Sebaran Sampel dan Responden PenelitianKatagori Sampel                                   Jumlah Sampel
Pengecer pupuk Kop/KUD                              6
Pengecer pupuk Swasta                                    6
Petani anggota Kop/KUD                                 30
Petani non-anggota Kop/KUD              30
Dinas Propvinsi                                                 1
Dinas Kabupaten                                              2 
Keterangan :
* Pengecer/penyalur pupuk Kop/KUD dan Swasta adalah
penyalur pupuk pada Lini IV. 
3. Model dan Metode Analisis Data :
Spesifikasi/Perumusan Model
Fenomena yang terjadi dan kini dihadapi adalah adanya perubahan kebijakan penyaluran pupuk dan pengadaan beras. Perubahan ini akan merubah fungsi dan peran para pelaku yang terlibat di dalamnya. Para pelaku disini adalah pihak swasta dan koperas/KUD yang mendistribusikan pupuk kepada petani dan pengadaan gabah/beras untuk menjamin persediaan dalam negeri. Masing-masing pelaku memiliki fungsi dan peran melayani unit-unit individu tertentu dimana semuanya bertujuan untuk menciptakan ketahanan pangan nasional. Dengan memformulasi struktur kegiatan masing-masing pelaku akan memberikan penjelasan komprehensif sejauh mana masing-masing pelaku berperan dengan baik menjalankan fungsi mereka. Setelah melakukan analisis data akan diketahui sejauh mana koperasi berperan di dalam pengadaan pangan khususnya gabah/beras yakni :
(1) perannya di dalam distribusi pupuk ke tangan petani yang kemudian  
      meningkatkan produksi gabah,
(2) peran di dalampengadaan stok beras nasional,
(3) peran meningkatkan pendapatan
pengembangan bisnis petani serta peran sosial lainnya. Hasil analisis secara menyeluruh digunakan sebagai dasar evaluasi apakah penetapan kebijakan penyaluran pupuk dan pengadaan beras memberikan hasil maksimal sesuai tujuan penetapannya. Struktur kegiatan masing-masing pelaku sesuai kebijakan distribusi pupuk dan beras dimodel dalam sebuah model ekonometrika sistem persamaan simultan. Pada Gambar 2 ditunjukkan kerangka analisis dari model yang dibangun dan keluaran yang dihasilkan.
Masalah



1.Reposisi peran koperasi dalam ketahanan pangan.
2. Efektifitas penyaluran pupuk dan pengadaan beras akibat
perubahan kebijakan pemerintah terhadap kedua komoditi tersebut.
Model Pendekatan : Model ekonometrika sistem persamaan simultan




Spesifikasi/Perumusan Model
1. Penawaran/permintaan pupuk oleh produsen, non-koperasi,
              koperasi, dan petani.
2. Produksi gabah petani.
3. Pengadaan gabah/beras oleh koperasi.






 Identifikasi : Overidenfied: Metode Pendugaan : 2 SLS




Estimasi Model




Respesifikasi Model



 H a s i l
1. Menganalisis efektifitas penyaluran pupuk dan pengadaan gabah/beras sesuai  
               perubahan kebijakan pemerintah.
2. Menganalisis dampak perubahan kebijakan tersebut terhadap penyediaan gabah/beras dan daya dukung koperasi dalam menunjang ketahanan pangan.



Gambar 2. Kerangka Analisis Model. 
Model untuk mempelajari distribusi pupuk dan pengadaan gabah/beras oleh koperasi dan non koperasi dibagi dalam beberapa kelompok persamaan antara lain
(1) persamaan-persamaan penawaran pupuk Lini II sampai Lini IV,
(2) persamaan harga dan permintaan pupuk di tingkat petani,
(3) persamaan produksi gabah, jumlah penjualan dan pendapatan petani,
(4) persamaan harga dan pembelian gabah, dan penawaran beras oleh Non-Koperasi dan
      Koperasi, dan
(5) persamaan koperasi dan jaringan kelembagaan.
Penjelasan tentang kelompok-kelompok persamaan tersebut dapat dilihat
sebagai berikut :
1. Persamaan Penawaran Pupuk dari Lini II sampai Lini IV
Persamaan penawaran pupuk Lini II sampai Lini IV seperti terlihat pada lampiran menjelaskan tentang perilaku penawaran pupuk pada masingmasing lini tersebut. Persamaan-persamaan ini menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku penawaran pupuk para pelaku pada masing-masing lini, dan faktor-faktor mana yang sesuai hasil analisis yang secara potensial mendorong peningkatan penawaran pupuk oleh setiap pelaku. Apakah penawaran pupuk dilakukan sesuai tujuan kebijakan yang diberikan pemerintah ataukah lebih berat kepada tujuan meraih keuntungan sesuai mekanisme pasar yang ada. Dengan persamaan-persamaan ini kita juga akan mengetahui perilaku membuat kecurangan dari para pelaku dalam penyaluran pupuk hingga ke petani, dan karena itu pada kelompok persamaan kedua akan terlihat dampaknya terhadap jumlah penggunaan pupuk oleh para petani
2. Persamaan Harga dan Permintaan Pupuk di Tingkat Petani
Kelompok persamaan ini menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku harga pupuk di tingkat petani dan jumlah penggunaan pupuk oleh petani. Petani disini dikelompokkan atas petani non-koperasi dan petani anggota koperasi. Fluktuasi harga pupuk di tingkat petani dapat disebabkan akibat adanya excess demand dan excess supply pupuk. Harga pupuk yang meningkat dapat menyebabkan penggunaan pupuk oleh petani
mungkin menurun yang selanjutnya berdampak pada produksi gabah petani. Jumlah pupuk yang digunakan petani secara teori dan empiris dipengaruhi oleh luas sawah mereka, harga pupuk di tingkat petani, jumlah permintaan kredit, jumlah penawaran pupuk oleh pengecer, dan kemudahankemudahan atau keterikatan yang disediakan oleh lembaga koperasi dan nonkoperasi yang ada. Perilaku para petani dalam penggunaan pupuk disini akan menjelaskan realitas penyaluran pupuk hingga ke tingkat petani.
3. Persamaan Produksi Gabah, Jumlah Penjualan dan Pendapatan Petani
Jumlah gabah yang dihasilkan para petani, jumlah yang dijual, dan tingkat pendapatan mereka dapat dijelaskan dalam bagian kelompok persamaan ini. Para petani merupakan sasaran akhir dari penyaluran pupuk, dan jumlah pupuk yang digunakan mereka akan mempengaruhi jumlah gabah yang dihasilkan. Selanjutnya, dalam rangka menghasilkan income yang tinggi petani menjual gabah mereka kepada lembaga pembeli yang menawarkan harga gabah lebih tinggi. Selain itu, keputusan petani dalam menentukan tempat penjualan gabahnya juga dipengaruhi oleh kemudahan dan peluangpeluang yang disediakan lembaga-lembaga koperasi, non-koperasi, dan Bulog/Dolog di wilayah setempat. Secara implisit, hal ini menunjukkan peran lembaga-lembaga tersebut dalam menunjang dan meningkatkan incom epetani.
4. Persamaan Harga dan Pembelian Gabah, dan Produksi Beras oleh Koperasi
Kelompok persamaan ini menjelaskan harga gabah yang terbentuk di pasar dimana faktor yang mempengaruhinya secara teoritis dipengaruhi excess yang terjadi antara penawaran dan permintaan, dan berdasarkan patokan harga gabah yang ditetapkan pemerintah. Pembelian gabah ditelusuri pada lembaga Koperasi, dan dianalisis dari sisi produksi dan sisi persaingan pasar. Secara alami analisis sisi produksi menjelaskan faktor-faktor yang seharusnya berpengaruh terhadap keputusan pembelian gabah tersebut
5. Persamaan Koperasi dan Jaringan Kelembagaan
Kelompok persamaan ini secara khusus menjelaskan kondisi internal koperasi yang menangani distribusi pupuk dan pengadaan gabah/beras. Persamaan disini menjelaskan kinerja koperasi dalam pengadaan gabah/beras, produktivitas yang diwujudkan, dan hubungan dengan lembaga lain dalam pengadaan gabah/beras. Secara umum kelompok persamaan ini tidak terlepas dari model secara keseluruhan. Identifikasi dan Pendugaan Model Dalam formulasi model, identifikasi menjadi persoalan penting. Apabila model tidak teridentifikasi maka parameter-parameternya tidak bisa diestimasi.
Suatu model dikatakan identified jika dinyatakan dalam bentuk statistik unik, yang menghasilkan estimasi parameter yang unik. Menurut Koutsoyianis (1977) terdapat dua dalil pengujian identifikasi yaitu order condition dan rank condition yang diterapkan pada bentuk struktural model. Dalil order condition menyatakan bahwa suatu persamaan dikatakan identified bila jumlah seluruh variabel (predetermined dan endogen) yang tidak
terdapat dalam persamaan tersebut tetapi terdapat dalam persamaan lain harus sama banyaknya dengan jumlah seluruh variabel endogen dalam model dikurangi satu. Sedangkan rank condition menyatakan bahwa suatu sistem yang terdiri dari G persamaan, suatu persamaan disebut identified jika dan hanya jika memiliki
satu determinan yang tidak sama dengan nol yang berdimensi (G - 1) dari koefisien-koefisien variabel yang dimasukkan dalam persamaan tersebut tetapi terkandung dalam persamaan lain dalam model. Order condition diekspresikan sebagai berikut :
(K - M ) ³ (G – 1) dimana :
G = Jumlah peubah endogen dalam model
K = Total peubah dalam model (peubah endogen dan eksogen)
M = Jumlah peubah endogen dan eksogen yang dimasukan
dalam suatu persamaan.
Jika (K – M) = (G – 1) maka suatu persamaan dikatakan exactly identified,
(K – M) > (G – 1)  dikatakan overidentified, dan (K – M) < (G – 1) dikatakan underidentified. Order merupakan necessary condition tetapi not sufficient
artinya walaupun satu persamaan identified menurut oder condition, tetapi bisa
saja menjadi not-identified bila diuji dengan rank condition.
Setelah model diidentifikasi dengan menggunakan order condition,
diperoleh seluruh persamaan adalah “overidentified” sehingga metode pendugaan
yang dapat diterapkan adalah metode 2 SLS. Untuk menguji apakah peubahpeubah
penjelas (peubah bebas) secara bersama-sama berpengaruh nyata atau
tidak terhadap peubah endogen, maka pada masing-masing persamaan digunakan
uji statistik F. Untuk menguji apakah masing-masing peubah penjelas secara
individual berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah endogen pada masingmasing
persamaan digunakan uji statistik t.
6. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Efektifitas Kebijakan Penyaluran Pupuk dan Pengadaan Beras
Untuk mengetahui efektif tidaknya penyaluran pupuk dan pengadaan beras sesuai kebijakan yang telah ada, dilakukan simulasi terhadap model yang telah dibangun. Tujuan melakukan simulasi adalah untuk menganalisis dampak perubahan peubah-peubah endogen dan eksogen tertentu terhadap keseluruhan peubah endogen di dalam model. Perubahan terhadap peubah-peubah dimaksud dilakukan dengan cara mengubah nilainya. Sedangkan peubah yang disimulasi adalah peubah yang terkait dan menjelaskan tentang kebijakan distribusi pupuk dan pengadaan gabah dan beras yang ada, serta peubah-peubah kebijakan lainnya. Secara ringkas hasil pendugaan terhadap model
2. Validasi Model
Simulasi dilakukan untuk menganalisis dampak perubahan peubahpeubah endogen dan eksogen tertentu terhadap keseluruhan peubah endogen di dalam model. Sebelum dilakukan simulasi terlebih dahulu model divalidasi untuk mengetahui apakah nilai dugaan modelnya sesuai dengan nilai aktualmasing-masing peubah endogen. Indikator yang digunakan adalah Mean Square Error (MSE), Root Mean Square Error (RMSE), Root Mean Square Percent Error (RMSPE), U-Theil (nilai koefisien pendugaan Theil), dan Koefisien Determinasi (R2). Nilai-nilai MSE, RMSE, RMSPE dan U-Theil yang diharapkan adalah kecil (mendekati nol) sedangkan R2 mendekati satu. Hasil validasi model menunjukkan, sebanyak 76.92% dari peubah endogen dalam model memiliki nilai R2 lebih besar dari 0.50 sedangkan sisanya23.08% bernilai lebih lecil dari 0.50. Untuk nilai RMSE dan RMSPE, masingmasing 34.61% dari peubah endogen bernilai lebih kecil dari 50, sisanya 65.39% lebih dari 50. Meskipun nilai RMSE dan RMSPE tidak meyakinkan, tetapi tidak terjadi bias sistematik sebab nilai Um semua peubah mendekati nol. Sebanyak 76.92% dari peubah endogen memiliki nilai koefisien U-Theil lebih kecil dari 0.30 dan 23.08% lebih besar 0.30. Dengan menggunakan nilai R2 dan U-Theil model yang telah diduga cukup valid digunakan untuk analisis simulasi.
Skenario Simulasi Beberapa skenario yang dilakukan antara lain :
1). Kenaikan pengadaan pupuk oleh pengecer swasta dan kenaikan kelangkaan pupuk
     yang ditunjukkan oleh peubah SISA sebesar 25%,
2). Kenaikan pengadaan pupuk oleh pengecer koperasi sebesar 25%,
3). Pengurangan penyaluran pupuk oleh pengecer swasta dan pengurangan kelangkaan
     pupuk sebesar 50%,
4). Kenaikan pengadaan pupuk oleh pengecer koperasi sebesar 50%,
5). Gabungan skenario 2 dan 3,
6). Gabungan skenario 3 dan 4,
7). Gabungan skenario 3 dan 4, dan kenaikan penggunaan pupuk oleh petani anggota   
      koperasi maupun petani non-anggota koperasi masing-masing 25% serta kenaikan
      pembelian gabah koperasi 25%,
8). Kenaikan pengadaan pupuk oleh pengecer koperasi 100%, kenaikan
penggunaan pupuk petani anggota maupun non-anggota koperasi sebesar 25%, kenaikan pembelian gabah koperasi 25%, pengurangan pengadaan pupuk oleh pengecer swasta dan pengurangan kelangkaan pupuk masingmasing sebesar 100%.
2). Skenario Kedua
Kenaikan penyaluran pupuk oleh pengecer koperasi sebesar 25% (cateris paribus) berdampak menaikan pengadaan pupuk pada Lini II dan III sebesar 3.03% dan 2.60%. Dampak selanjutnya adalah memberikan keuntungan bagi petani anggota koperasi dalam hal penggunaan pupuk, produksi gabah dan penjualannya, dan juga income. Besaran kenaikan tersebut adalah di bawah 1 %. Untuk produksi beras koperasi, skenario ini berdampak meningkatkan pembelian gabah, produksi dan kapasitas produksi beras koperasi masing-masing di bawah 1%. Sementara untuk usaha koperasi, skenario berdampak meningkatkan volume usaha (35.56%), SHU (21.56%) dan produktivitas yang dicapai koperasi. Skenario kedua ini merugikan petani non-anggota koperasi dimana penggunaan pupuk mereka menurun yang selanjutnya menurunkan produksi gabah, jumlah penjualan dan income petani. Penurunan disini masing-masing di bawah 1%.




SKENARIO
                PEUBAH                 DASAR                   1              2             3             4             5             6        7       8
NO
                ENDOGEN              PREDICT                 (%)         (%)         (%)         (%)          (%)          (%)          (%)        
 
(1)             (2)                         (3)           (4)           (5)          6)            (7)          (8)          (9)           (10)        (11)
               
1              S2SBAR                   1856        32.17       3.07        -39.66     6.20        -36.48     -33.30     -30.77     -73.85

2              S3KAB                    1347        24.13      2.60         -38.62     5.20        -35.95      -33.29     -30.64     -73.46

3              S4ECNKO                1034        -              -0.10        -              -0.19        -              -               -              -
               
4              PPETKOP              1656        0.00        0.06        -0.12       0.12        0.00        0.06        0.36 0     .48
5              DPPETKOP            2.0459     -0.86       0.63        1.08        1.25         1.70         2.31         -              -
               
6              DPPETNKO           0.5989    -0.72       -0.35       -0.87       -0.72        -1.2         -1.60       -              -              
7              GPETKOP              4.8444    -0.19       0.14        0.25        0.28        0.39        0.52         5.42         5.42
8              GPETNKO              4.817      -0.34       -0.17       -0.41        -0.34       -0.58       -0.75        12.08       12.08               
9              JGPETKOP            3.4385     -0.21       0.15        0.26        0.30        0.41        0.56        5.83    

0 comments:

Post a Comment