Pages

Friday, July 15, 2011

PPH PASAL 22


BAB 1
PENDAHULUAN

Dengan seiring perkembangan Negara maka pemerintah melakukan sebuah pemungutan dalam masalah perpajakan untuk kepentingan pertambahan APBN. Maka dari itu pemerintah melakukan tariff atas pajak setiap penghasilan yang memenuhi syarat atas kena pajak. Baik dari pajak penghasilan pribadi, bidang swasta dan BUMN. Maka dari itu tentang pajak penghasilan dalam pasal 22 merupakan acuan atas dasar pemungutan pajak penghasilan.














BAB 2
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
1.      Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
2. Pemungut & Objek PPh Pasal 22
A.    Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang;Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah yang melakukan pembayaran, atas pembelian barang;
B.     BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD);
C.     Bank Indonesia (Bl), Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT.Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun dari non APBN;
D.    Industri semen, industri rokok putih, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
E.     Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas, atas penjualan hasil produksinya.
F.       Industri dan eksportir perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Paja, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
3. Tarif PPh Pasal 22.
a.       Atas impor:yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor;
b.      yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
c.       Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJA, Bendaharawan Pemerintah, BUMN/BUMD (angka II butir 2,3, dan 4) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian dan tidak final.
d.      Atas penjualan hasil produksi (angka II butir
ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
- Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
- Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
- Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
- Rokok = 0.15% x Harga Bandrol (Final)
- Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
E.     Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh Pertamina dan badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan baker minyak jenis premix, super TT dan gas adalah sebagai berikut:
Jenis Bahan
Bakar
SPBU
Swastanisani (% dari penjualan)
SPBU Pertamina (% dari penjua- lan)
Premium
0,3
0,25
Solar
0,3
0,25
Premix/
Super TT
0,3
0,25
Minyak Tanah

0,3
Gas LPG

0,3
Pelumas

0,3
  1. Catatan:
  2. Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur /dealer/agen, bersifat final
  3. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul (angka II butir 7) ditetapkan sebesar 0,5 % dari harga pembelian.
4. Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22
  1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (8KB).
  2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh DJBC.
  3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
  4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah yang jumlahnya paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
  5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos.
  6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
  7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
  8. Impor kembali (re-impor) yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.
5. Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22
  1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
  2. Atas pembelian barang (angka II butir 2,3, dan 4) terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
  3. Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5) terutang dan dipungut pada saat penjualan;
  4. Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 6) dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order);
  5. Atas pembelian bahan-bahan (angka II butir 7) terutang dan dipungut pada saat pembelian.
6. Pemunngutan pajak penghasilan dalam masalah barang
2.      Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak PenghasiIan;
3.      Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai;
·         barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan atas timbal balik;
·         barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia;
·         barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan;
·         barang urituk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
·         barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
·         barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
·         peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
·         barang pindahan;
·         barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan Pabean;
·         barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
·         persenjataan, amunisi, dan pelengkapan militer termasuk Suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
·         barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
·         vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imuniasi Nasional (PIN);
·         buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
·         kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional;
·         pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
·         kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia;
·         peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia.
·         Dalam hal impor sementara Jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali;
·         Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
·         Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM dan benda-benda pos;
·         Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor;
·         Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara;
·         Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Barang yang tergolong sangat mewah  adalah:
  1. pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh milyar rupiah);
  2. kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah);
  3. rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500 m2 (lima ratus meter persegi);
  4. apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2 (empat ratur meter persegi)
kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle  (SUV), multi purpose vehicle (MPV),
7.Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22
  1. PPh Pasal 22 atas impor barang (angka II butir 1) disetor oleh importer dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro dalam jangka waktu 1(satu) hari setelah pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
  2. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (angka II butir 2 dan 3) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro secara kolektif pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu:
    • lembar pertama untuk pembeli;
    • lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
    • lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa pajak berakhir.
  3. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (angka II butir ) disetor oleh pemungut atas nama Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
  4. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5 dan 7) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
  5. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (angka II butir 6) disetor sendiri oleh Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (delivery order) ditebus dengan menggunakan SSP. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
    • lembar pertama untuk pembeli;
    • lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
    • lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.




DAFTAR PUSTAKA

www.pajak.go.id/index



0 comments:

Post a Comment